AGENDA KEGIATAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
11 Oktober 2022 oleh jakarta
Berdasarkan press release resmi yang diterima FNKJ pada 07 Oktober 2022 dari Pansus Jiwasraya DPD RI, Lembaga Senator Indonesia itu memberikan kesimpulan dan rekomendasinya kepada Pimpinan DPD RI. Penyampaian rekomendasi itu dilakukan dalam sidang paripurna DPD-RI yang digelar pada Jumat, 07 Oktober 2022 di Gedung DPD RI Senayan. Adapun kesimpulan yang dimaksudkan, diantanya persoalan kepailitan dan gagal bayar yang terjadi pada beberapa perusahaan asuransi yang diindikasikan hanya sebagai alasan bagi perusahaan untuk tidak membayarkan klaim pada nasabahnya. Dengan demikian perusahaan tidak dapat dituntut atau digugat secara hukum atas kepailitannya. Hal tersebut dikhawatirkan akan terjadi pada PT. Asuransi Jiwasraya. Terdapat pelanggaran atas prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh PT. Asuransi Jiwasraya dalam berinvestasi sehingga menyebabkan PT. Asuransi Jiwasraya mengalami gagal bayar. Akibatnya, tanggung jawab gagal bayar itu perlu diambil alih oleh Pemerintah, yakni Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI. Permasalahan Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara sebesar Rp. 16,81 triliun berdasarkan audit BPK masih belum terselesaikan dengan baik hingga saat ini. Ditambah lagi dengan PMN sebesar Rp. 20 triliun yang belum jelas seberapa jauh PMN ini telah menyelesaikan klaim polis para nasabah. Penyelesaian permasalahan Asuransi Jiwasraya yang ditawarkan oleh Kementerian BUMN melalui program restrukturisasi polis telah menyebabkan kerugian bagi nasabah, baik bagi nasabah yang setuju restrukturisasi maupun yang tidak setuju restrukturisasi. Bagi nasabah yang tidak setuju untuk mengikuti program restrukturisasi polis, status polis akan berubah menjadi utang-piutang dengan underlying aset non-clean & non-clear. Hal itu sangat tidak adil bagi nasabah yang tetap bertahan pada PT. Asuransi Jiwasraya karena ketidakjelasan mengenai sampai kapan piutangnya akan dibayar. Pemerintah telah lalai karena tidak segera membentuk Lembaga Penjamin Polis sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian sehingga nasabah asuransi Jiwasraya tidak mendapatkan jaminan dan perlindungan ketika permasalahan gagal bayar polis terjadi. Selain itu, terdapat kelemahan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap asuransi Jiwasraya, baik pengawasan atas produk maupun investasinya. Pengalihan polis dari Jiwasraya ke IFG Life melalui restrukturisasi menunjukkan bahwa Pemerintah, dalam hal ini BUMN, hanya memikirkan kepentingan institusi tanpa memikirkan kepentingan rakyat, yakni nasabah asuransi Jiwasraya. Pemilihan produk pada asuransi Jiwasraya oleh para nasabah didasarkan pada kepercayaan masyarakat bahwa PT. Asuransi Jiwasraya adalah milik Pemerintah (BUMN), sehingga memberi keyakinan bahwa uangnya tidak akan hilang. Permasalahan yang sedang terjadi pada PT. Asuransi Jiwasraya tidak dapat dipungkiri akan berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat kepada perusahaan asuransi. Dampak selanjutnya akibat permasalahan ini adalah hilangnya kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah (BUMN). Pembentukan IFG Life sebagai bagian dari PT. BPUI yang mengelola PMN sebesar Rp. 20 triliun dan pengalihan aset PT. Asuransi Jiwasraya sebesar Rp. 12,5 triliun ke PT. IFG Life tidak menyelesaikan masalah. Nasabah yang setuju restrukturisasi polis dan dialihkan ke IFG Life berdasarkan catatan Kementerian BUMN adalah sebanyak 99,6%, sebagaimana yang disampaikan Menteri BUMN melalui surat, tetapi tidak didukung data yang lengkap dan masih simpang-siur. Regulasi UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian belum mengatur mengenai beberapa usaha penunjang perasuransian, yaitu (1) usaha pialang asuransi; (2) usaha pialang reasuransi; (3) usaha penilaian kerugian asuransi; (4) usaha konsultan aktuaria; dan (5) usaha agen asuransi. Keberadaan usaha penunjang perasuransian tersebut sangat penting untuk menjamin kepastian hukum usaha perasuransian. Selain itu, belum ada pengaturan mengenai Dewan Perasuransian sebagai lembaga independen pemantau pelaksanaan usaha perasuransian di Indonesia. Berdasarkan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian disebutkan bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. Penyelesaian kerugian negara dan penyelesaian permasalahan hukum nasabah melalui pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap masih terkendala eksekusi terhadap aset yang dimiliki para terpidana. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tetang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi tidak efektif dalam memulihkan kerugian negara sehingga diperlukan adanya RUU mengenai perampasan aset bagi terpidana selain hukuman penjara dan denda. Pensiunan PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) telah kehilangan hak pensiun dan pegawai PT. Asuransi Jiwasraya (Persero). Mereka juga menghadapi dampak atas kasus Asuransi Jiwasraya, salah satunya kehilangan pekerjaannya. Untuk itu Pansus Jiwasraya DPD RI menyimpulkan rekomendasi, yang selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan DPD RI terkait permasalahan yang dihadapi Nasabah Polis perusahaan asuransi legennis Negara, PT. Asuransi Jiwasraya. Adapun rekomendasi dimaksud sebagai berikut:
Disamping itu juga, Pansus Jiwasraya DPD RI meminta kepada Pimpinan DPD RI: (1) Meminta kepada Presiden RI mengevaluasi Kementerian BUMN dalam penanganan masalah Jiwasraya termasuk dalam kaitan pembahasan dengan Pansus Jiwasraya DPD RI. (2) Meminta Menteri BUMN dan Menteri Keuangan untuk mengganti Komisaris dan Direksi PT. BPUI, PT. Asuransi Jiwasraya dan PT. IFG Life yang secara bersama-sama tidak hadir dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Pansus Jiwasraya DPD RI. Kami berharap kepada Pemerintah RI, dan khususnya meminta kepada Bapak Presiden Jokowi untuk turun langsung ke lapangan meng-cross-check benar-tidaknya laporan bawahannya selama ini. Dan juga menghentikan Praktek Churning Twissting polis nasabah Jiwasraya yang kami sebut sebagai bentuk restrukturisasi bodong sebagai kedok dalam penyelamatan polis Negara. Untuk mencegah terjadinya kerugian rakyat yang lebih besar, khususnya terhadap seluruh nasabah polis Jiwasraya, direkomendasikan pula agar permasalahan hukum yang terjadi pasca implementasi restrukturisasi Jiwasraya tersebut dapat dicarikan solusi lain yang tidak merugikan rakyat dan citra BUMN perasuransian itu sendiri di masa depan. Sesungguhnya telah terjadi skenario pengkianatan Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya (RPKJ) yang ujungnya hanya menghentikan usaha asuransi Jiwasraya. Praktek Churning Twissting dilakukan secara tidak sah itu telah memotong serta menghilangkan hak-hak seluruh nasabah polis Asuransi Legendaris Negara.