Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

Buntut Kecurangan PPDB Sistem Zonasi, Komite III DPD RI Minta Tingkatkan Pengawasan Sistem Kependudukan

06 September 2023 oleh jakarta

Komite III DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Rapat digelar untuk mengkaji dan melakukan perbaikan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), khususnya dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi yang pada pelaksanaannya banyak terjadi kecurangan dan dikeluhkan oleh masyarakat. “Banyak aduan yang disampaikan masyarakat ke pihak pemerintah disebabkan besarnya kuota zonasi, dibandingkan kuota masuk jalur lainnya. Banyak masyarakat yang menilai PPDB zonasi justru menimbulkan masalah baru bagi peserta didik dan orang tua peserta didik yang kebetulan lokasi rumahnya jauh dari sekolah,” kata Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri saat membuka rapat di Ruang Rapat Pajajaran Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa (4/9/2023). Hasan Basri menyayangkan bahwa keterbatasan jumlah sekolah negeri baik di kota-kota besar maupun di daerah menyebabkan pihak peserta didik, dan orang tua peserta didik kesulitan untuk mengakses pendidikan yang layak dan terjangkau. “Untuk memperoleh kesempatan bersekolah di sekolah negeri pada sistem PPDB melalui jalur zonasi, banyak modus kecurangan yang dilakukan oleh pihak orang tua peserta didik. Beberapa modus kecurangan itu diantaranya dengan pindah Kartu Keluarga (KK), menumpang KK saudara atau orang lain yang tidak dikenal yang rumahnya dekat dengan sekolah tujuan, dengan membayar sejumlah biaya,” ujar Senator asal Kalimantan Utara itu. Menanggapi kecurangan sistem PPDB, Retno Listiyarti selaku Dewan Pakar FSGI menjelaskan sistem penerimaan berdasarkan nilai akademik yang berlangsung sebelum sistem zonasi justru memberatkan anak-anak dari masyarakat miskin. “Peserta didik yang memiliki nilai akademik tinggi umumnya didominasi anak-anak dari keluarga berada yang sarana prasarana memadai, mampu membayar guru privat dan gizinya sudah baik sejak kecil,” lanjut Retno. Di kesempatan yang sama, Wasekjen PB PGRI Jejen Musfah melihat sebelum PPDB sistem zonasi diberlakukan banyak terjadi ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau favorit, dengan sekolah yang dipersepsikan tidak favorit. “Sekolah negeri itu memproduksi layanan publik tidak boleh dikompetisikan secara berlebihan, tidak boleh dieksklusifkan untuk orang atau kalangan tertentu, dan tidak boleh ada praktik diskriminasi,” tutur Jejen. Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan, Lily Amelia Salurapa menilai Kememdikbud perlu menata kembali PPDB sistem zonasi. Dia meminta agar pengawasan terhadap verifikasi kependudukan dilakukan dari tingkat terdekat seperti RT dan RW. “Peningkatan pengawasan sistem kependudukan perlu dilakukan. Jangan sampai tujuan baik PPDB sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan tercoreng oleh kecurangan yang banyak terjadi,” imbuhnya. (Sumber : https://liputan.co.id/2023/09/buntut-kecurangan-ppdb-sistem-zonasi-komite-iii-dpd-ri-minta-tingkatkan-pengawasan-sistem-kependudukan/ )

Minta Bulog Selamatkan Pengusaha Penggilingan Padi, Sultan: Industri Penggilingan Besar Harus Tanam Sendiri

06 September 2023 oleh jakarta

Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah melalui kementerian BUMN menugaskan Bulog untuk menyelamatkan pelaku usaha penggiling padi skala kecil menengah dengan pendekatan kemitraan. Hal ini disampaikan mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu adanya fenomena penutupan ribuan unit usaha penggilingan padi kecil di banyak daerah. "Unit usaha penggilingan padi kecil merupakan UMKM sektor pertanian pangan yang penting dalam mendukung aktivitas produksi beras di daerah. oleh karena itu, para pelaku usaha penggilingan padi kecil yang sejak lama menjadi mitra petani ini perlu dilindungi", ujar Anggota DPD RI Sultan kepada wartawan, pada Senin (05/09/2023). Peran dan kontribusi pelaku usaha penggilingan, kata Sultan, tidak bisa diabaikan hanya karena disebabkan oleh penurunan produktivitas gabah petani. Tapi sebenarnya, terdapat penyebab lain yang lebih berpengaruh terhadap penutupan masal usaha penggilingan padi di daerah. "Penutupan ribuan unit usaha penggilingan padi lebih disebabkan oleh praktek bisnis yang tidak sehat oleh beberapa pabrik penggilingan padi berskala besar. Kami minta Persaingan usaha di industri penggilingan padi perlu diatur dengan pengaturan bisnis yang sehat dan saling mendukung produktivitas beras nasional", tegas Sultan. Lebih lanjut mantan ketua HIPMI Bengkulu itu menerangkan bahwa Bulog sangat berkepentingan untuk memastikan supplai beras petani diserap secara lancar sesuai kebutuhan. Tentunya dengan skema harga yang saling menguntungkan. "Industri penggilingan padi besar harus dipaksa untuk tanam sendiri atau memproduksi gabahnya sendiri. Pemerintah perlu memberikan tugas ekstensifikasi dan intensifikasi padi di sektor hulu kepada pelaku industri penggilingan padi besar", tutupnya. Dengan demikian hasil produksi gabah petani bisa diserap oleh pelaku usaha penggilingan padi kecil yang bermitra dengan Bulog. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan sebelumnya jumlah penggilingan di Indonesia sebanyak 180.000, sementara saat ini tinggal 169.000. Artinya berkurang ada sekitar 11.000 penggilingan yang tutup. (Sumber : https://timesindonesia.co.id/amp/indonesia-positif/467483/minta-bulog-selamatkan-pengusaha-penggilingan-padi-sultan-industri-penggilingan-besar-harus-tanam-sendiri )

Raker dengan Mendagri, Komite I DPD RI Minta Revisi Undang-Undang Pemda

06 September 2023 oleh jakarta

Salah satu kegiatan Komite I DPD RI pada masa sidang I Tahun Sidang 2023-2024 adalah rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Prof Tito Karnavian membahas beberapa hal yang dipandang penting oleh Komite I. Pada rapat tersebut dibahas pelaksanaan urusan pemerintahan pasca keluarnya Undang-Undang Cipta Kerja, penataan daerah otonom baru, penjabat kepala daerah dan Rancangan Undang-Undang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya. Rapat kerja tersebut dilaksanakan di Ruang Sriwijaya gedung B Kompleks DPD RI Senayan, Jakarta. Senin, (04/9/2023). Rapat Kerja yang diikuti oleh Anggota Komite I DPD RI tersebut dipimpin oleh Ketua Komite I, Senator Fachrul Razi dan Wakil Ketua I Komite I DPD RI, Prof Sylviana Murni Dapil DKI Jakarta. Pada sambutan pengantar, Fachrul Razi mempertanyakan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini. Menurutnya, Komite I berkepentingan otonomi daerah dilaksanakan dengan kewenangan yang besar bagi daerah dan akan terus memperjuangkan Revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Pada paparannya, Mendagri Tito Karnavian mengatakan bahwa, Undang-Undang Pemda menempatkan Gubernur sebagai pemerintah daerah sekaligus sebagai wakil pemerintah pusat di daerah (GWPP). Dalam pelaksanaannya, terdapat hambatan-hambatan politik dan dinamika hubungan Bupati/Walikota dengan Gubernur yang pada akhirnya berdampak pada proses pemerintahan dan pembangunan di daerah. “Terkait pelaksanaan urusan pemerintahan, perlu dicari formula yang tepat supaya daerah diberikan kewenangan yang proporsinal, memperhatikan lingkungan, tidak membebani pemerintah daerah periode berikutnya namun tidak membebani pemerintah pusat karena perijinan yang ditanganinya,” ujar Tito. Adapun pembentukan daerah otonom baru, Tito mengatakan bahwa, hingga saat ini terdapat 330 jumlah usulan. Kebijakan terkait DOB tersebut berkaitan dengan rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah. Pada bagian lain, Mendagri sempat menyinggung adanya kemungkinan seluruh daerah akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah jika kepala daerah hasil pilkada tidak dilantik hingga akhir tahun 2024. Hal itu berarti mesti dipikirkan penyusunan aturan terkait pelantikan serentak kepala daerah hasil pilkada serentak. Terkait Pj ini, Tito menegaskan bahwa, pemerintah berdasar pada Undang-Undang Pemilihan Kepala daerah dan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023. Dalam rangka melaksanakan regulasi tersebut, pemerintah berusaha melibatkan daerah (DPRD) dalam mengusulkan penjabat kepala daerah. Terkait pemerintahan daerah Provinsi Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara, Mendagri menyatakan bahwa, pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah Provinsi Jakarta. Dan Senator DKI Jakarta, Sylviana Murni meminta agar ada percepatan dlm pembahasan nya dan pada saat bersamaan Sylviana Murni menyerahkan Draft RUU Pemerintahan Provinsi Jakarta dari DPD RI kpd Mendagri RI. Pada sesi tanya jawab, Anggota Komite I memberi perhatian besar terhadap pembentukan daerah otonom baru (DOB), terkait hal itu anggota komite I mendesak agar Peraturan Pemerintah tentang penataan daerah dan desain besar otonomi daerah segera diselesaikan serta meminta supaya moratorium pembentukan DOB dicabut. Komite I juga menyoroti adanya Penjabat kepala daerah yang ditengarai bukan ASN. “Termasuk adanya kecenderungan resentralisasi pasca keluarnya Undang-Undang Cipta kerja, Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang sektor lainnya. Bahkan hampir semua Anggota Komite 1 DPD RI yang hadir memberi tanggapan bahwa, saat ini otonomi daerah tinggal namanya saja namun roh dan aplikasinya tidak ada lagi,” jelas Sylviana. Pada bagian akhir rapat kerja, Komite I menyerahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Provinsi Jakarta yang telah disusun oleh Komite I DPD RI kepada Menteri Dalam Negeri, oleh Senator DKI Jakarta, Sylviana Murni. Rapat Kerja yang dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir pada 17.30 WIB menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : Pertama, Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan memperkuat otonomi daerah dan menata sistem hubungan pusat dan daerah dalam bingkai NKRI termasuk pemekaran daerah otonom. Kedua, Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk memastikan proses penunjukan Penjabat Kepala Daerah dilakukan dengan demokratis, transparan, akuntabel, memperhatikan dengan sungguh-sungguh dinamika sosial politik di daerah dan mempertimbangkan masukan dari DPD RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketiga, Komite I DPD RI mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi Penjabat Kepala Daerah agar lebih mementingkan kepentingan daerah dan masyarakat. Keempat, Komite I DPD RI bersepakat dengan Pemerintah akan melibatkan DPD RI dalam melaksanakan pembinaan dan rapat koordinasi terhadap Pj. Gubernur, Bupati dan Walikota dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Kemendagri di setiap daerah. Kelima, Komite I DPD RI mendorong Pemerintah untuk membuat regulasi teknis atau revisi pengaturan pelantikan Kepala Daerah hasil pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024 sehingga Januari 2025 telah menghasilkan Kepala Daerah definitif. Keenam, Komite I DPD RI meminta Pemerintah untuk melakukan percepatan penyelesaian Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dan memperhatikan substansi Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya yang telah disusun oleh Komite I DPD RI. Ketujuh, Komite I DPD RI meminta Pemerintah agar Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dikembalikan ke Kota Banjarmasin dengan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan. (Sumber : https://jatim.telusur.co.id/detail/raker-dengan-mendagri-komite-i-dpd-ri-minta-revisi-undang-undang-pemda )

DESENTRALISASI PERLU DITATA ULANG

05 September 2023 oleh jakarta

Komite I DPD RI menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum terkait penataan ulang desentralisasi. RDPU ini diikuti oleh Anggota Komite I dengan menghadirkan beberapa pakar/ahli, yaitu Prof. Dr. Siti Zuhro, Robert Na Endi Djaweng, S.IP., M.Si dan Dr. Halilul Khairi. RDPU dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2023 di Ruang Sriwijaya Kompleks DPD RI Senayan. Ibu Sylviana Murni sebagai Wakil Ketua Komite I mengajukan pertanyaan besar: Apakah otonomi daerah masih ada atau sekarang kita berada pada kondisi akhir dari pelaksanaan otonomi daerah? Menjawab hal tersebut, Djaweng menyatakan bahwa kita sudah mempraktekkan otonomi daerah dengan berbagai dinamikanya. Namun adanya gejala resentralisasi atau arus balik sudah mulai terasa sejak lahirnya UU No. 23 Tahun 2014 yang mana sebagian kewenangan yang dahulunya diserahkan kepada kabupaten/Kota kini ditarik ke tingkat provinsi. Siti Zuhro mengatakan bahwa otonomi daerah hanya bisa dilaksanakan jika demokrasi dilaksanakan dan tergantung willingness dari pemerintah. Fakta sekarang, otonomi daerah sudah tidak dinihilkan oleh lahirnya berbagai aturan seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, dll. Halilul menyatakan bahwa keberadaan DOB merupakan mandat konstitusi, bukan perintah eksekutif (presiden). DOB tidak sama dengan pemerintah daerah (kepala daerah). DOB bukanlah instansi atau unit organisasi birokrasi yang menjalankan fungsi administrasi, melainkan menjalankan fungsi politik yang dimiliki oleh rakyat daerah itu. Halilul menegaskan bahwa pelaksanaan desentralisasi akan memperkuat negara dan mencegah separatisme. Kesimpulan dari RDPU tersebut yaitu: 1) Pelaksanaan desentralisasi/otonomi daerah perlu ditata ulang melalui revisi UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah; 2) Dibutuhkan segera PP terkait Penataan Daerah dan Desain Besar Otonomi Daerah dan mencabut moratorium pembentukan DOB; 3) DPD RI berperan dalam pelaksanaan desentralisasi dengan memperkuat fungsi representasi.

Wakil Ketua DPD: Penguatan DPD beri semangat daerah kurangi perbedaan

28 Agustus 2023 oleh jakarta

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI H Mahyudin berpandangan dengan penguatan kewenangan DPD, maka akan membuat semangat daerah untuk membangun menjadi lebih kuat, sekaligus mengurangi perbedaan antara pusat dan daerah serta daerah satu dengan lainnya. "Negara yang besar seperti Indonesia ini membutuhkan sebuah lembaga yang merepresentasikan daerah yang kuat karena menghindari agar tidak ada lagi daerah yang merasa tertinggal," kata Mahyudin saat membuka acara FGD di Denpasar, Jumat. FGD bertajuk Memperkuat Sistem Ketatanegaraan sesuai Rumusan Pendiri Bangsa dalam Konteks Proposal Kenegaraan DPD RI itu dihadiri sejumlah anggota DPD dari beberapa daerah di Tanah Air dan juga anggota DPD Dapil Bali Made Mangku Pastika serta puluhan akademisi dan mahasiswa. Menurutnya, penting peran DPD sebagai representasi daerah. Mestinya DPD sebagai regional representatif diperkuat agar menjadi seimbang dengan kekuatan DPR sehingga daerah-daerah lebih berdaya dan bisa menghapus perbedaan. "Negara yang besar ini tidak bisa meniadakan keterwakilan (DPD). Apalagi sampai ada yang ingin meniadakannya. Ini pikiran sesat. Boleh saja mengubah nama lembaga ini, tetapi rohnya harus tetap ada," ujarnya pada acara yang menghadirkan narasumber Edward Thomas Lamury dan akademisi Dr Eka Fitriantini. Sebelumnya DPD telah mengajukan permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (UU MD3). Mahkamah Konstitusi (MK) bahkan telah mengabulkan sebagian permohonan judicial review. Baca juga: Sylviana: DPD RI penting untuk percepatan pembangunan daerah Baca juga: LaNyalla ingatkan pengelolaan keuangan desa perlu dicermati Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan DPD terkait kewenangan dalam membahas RUU dan kewenangan menyusun anggaran secara mandiri. "DPD dimenangkan. Cuma sampai hari ini DPR belum menurunkan ke dalam UU MD3. Mungkin ke depan kami akan meminta UU DPD itu tersendiri tidak digabung dengan UU MD3. Kemudian kewenangannya sesuai dengan yang diamanatkan UU dan keinginan masyarakat daerah," katanya. Mahyudin juga menyoroti soal APBN dengan pendapatan yang mencapai Rp2.788 triliun sementara belanja negara Rp3.500 triliun. Ini akan menambah utang lagi, apalagi kalau penggunaan dananya tidak tepat sasaran. "Kalau bangsa ini mau naik kelas, mestinya pendapatan per kapita harus naik signifikan sehingga generasi yang akan datang hidup lebih baik dari sekarang," ujarnya. Sementara itu anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika mengatakan diskusi ini untuk mencari bentuk dan posisi DPD yang pas dalam sistem ketatanegaraan, karena posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan dengan UU yang ada masih lemah. Padahal awalnya DPD dibentuk sebagai lembaga penyeimbang antara eksekutif dan legislatif agar tidak ada dominasi, baik dominasi eksekutif atau dominasi legislatif. "Sekarang yang terjadi mereka malah bersatu. DPD ya tidak bisa apa-apa. Jadi hasil pengawasan, pembahasan peraturan perundang-undangan, aspirasi dari rakyat itu bentuknya hanya sebagai bahan pertimbangan, rekomendasi baik kepada DPR maupun pemerintah," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu. Menurut Pastika, kewenangan atau kekuatan "memaksanya" DPD itu tidak ada. "Akibatnya ya suka-suka, banyak yang lolos, apa yang menjadi maunya pemerintah dan maunya DPR. Kalau pemerintah sudah mau, dan DPR setuju ya jalanlah itu. Padahal banyak yang dianggap merugikan kepentingan daerah," kata Pastika. DPD, kata Pastika tugasnya mewakili daerah. Hal inilah yang sedang dibicarakan, diperjuangkan. Mestinya DPD punya undang-undang sendiri, tidak masuk dalam MD3. "Kalaupun masuk, harus ada kewenangan yang sejajar, setara supaya bisa menjalankan fungsi penyeimbang. Sekarang 'kan tidak seimbang. DPD hanya memberi pertimbangan, seolah-olah subordinat, bawahan. Harusnya posisinya sama sehingga untuk perubahan itu hanya bisa dilakukan melalui UU," ujarnya. (Sumber:https://www.antaranews.com/berita/3697692/wakil-ketua-dpd-penguatan-dpd-beri-semangat-daerah-kurangi-perbedaan)

Fakultas Sospol UI Setuju Sitem Bernegara Sesuai Pendiri Bangsa

28 Agustus 2023 oleh jakarta

Jakarta : Proposal kenegaraan DPD RI yang ditawarkan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam kerangka menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, mendapat apresiasi positif dari kalangan akademisi. Salah satunya datang dari Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Mulyadi. Mulyadi sependapat dengan gagasan LaNyalla agar MPR RI dikembalikan menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Jika pun Ketua DPD RI berharap agar proses kembali kepada UUD 1945 naskah asli dilakukan dalam waktu dekat sebelum masa Pilpres diselenggarakan, Mulyadi menilai hal tersebut bisa dilakukan. "Nanti untuk Pilpres bisa dipindahkan ke MPR. Biarkan Pemilu Legislatif yang terus berlangsung," kata Mulyadi saat menjadi narasumber pada acara Diskusi Publik Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI di Ruang Mandala Saba Gedung Rektorat Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/8/2023). Pada saat yang sama, Utusan Golongan dan Utusan Daerah dapat terus dilakukan pembahasan mengenai kriterianya. Yang pasti, kata Mulyadi, mereka merupakan representasi bangsa lama yang sangat berkontribusi bagi kemerdekaan Indonesia. Mulyadi menjelaskan alasan mengapa pentingnya mengakomodasi bangsa-bangsa lama. Sebab, kata Mulyadi, merekalah yang dijajah. "Bangsa-bangsa lama itu yang merupakan suku Sunda, Jawa, dan suku-suku lainnya yang mengalami penjajahan. Jadi, Indonesia ini merupakan kumpulan bangsa lama," tutur LaNyalla. Mulyadi menilai, dari hasil kajian yang dilakukan, satu-satunya negara yang memiliki lembaga penjelmaan rakyat adalah Indonesia. "Negara lain tak ada yang memiliki institusi penjelmaan rakyat. Indonesia ini satu-satunya melalui MPR itu," tutur Mulyadi. Mulyadi juga menyebut bahwa gagasan LaNyalla di proposal kedua, yang mendorong adanya anggota DPR RI dari unsur perseorangan, merupakan gagasan yang positif. "Dan sudah banyak negara yang menerapkan hal itu. Tidak perlu dianggap aneh, karena sejatinya memang ada konsep anggota DPR RI dari unsur perseorangan," tegas Mulyadi. Pada kesempatan yang sama, Pengamat Ekonomi-Politik Dr Ichsanuddin Noorsy menjelaskan, kapitalisme dengan demokrasinya telah melahirkan masyarakat yang selalu cemas. Dan sialnya, kata dia, meski terbukti gagal, faktanya Indonesia malah menjadi negara pengekor kapitalisme setelah melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002. "Kita ini terlihat suka sekali dengan pemikiran Barat, tanpa mau cari pembanding atau alternatif. Padahal, kapitalisme dengan materialismenya itu terbukti gagal. Dan, Indonesia ini cenderung ikut-ikutan saja," tutur Ichsanuddin. Dikatakan Ichsanuddin, lima proposal yang ditawarkan DPD RI merupakan upaya untuk memperbaiki bangsa. Dan, kata dia, Ketua DPD RI menggagas hak tersebut berdasarkan alam pikiran para pendiri bangsa. "Ketua DPD RI berpikir berdasarkan alam pikiran para pendiri bangsa. Dalam sidang BPUPKI, sejumlah tokoh sudah menegaskan bahwa kita tak bisa berpikir ala Barat dan Timur. Kita harus berpikir ala kita," tutur Ichsanuddin. Oleh karenanya, Ichsanuddin Noorsy sependapat bahwa MPR mesti dikembalikan sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Pun halnya dengan anggota DPR RI dari unsur perseorangan, Ichsanuddin berpendapat bahwa hal tersebut dimungkinkan sepanjang bangsa ini memiliki kesungguhan mengimplementasikannya. Ichsanudin menilai anggota DPR RI dari unsur perorangan sangat penting. Sebab, kata dia, anggota DPR dari partai politik harus tegas lurus dengan keputusan partai. Sebab, jika mereka keluar dari keputusan partai, akan dihadapkan pada ancaman PAW dan recall. "Maka di situlah pentingnya anggota DPR RI dari unsur perseorangan," tutur Ichsanuddin. Mengenai gagasan mengembalikan Utusan Golongan dan Utusan Daerah, syaratnya apa saja, Ichsanuddin menilai hal itulah yang sedang diperbaiki oleh DPD RI. "Sehingga, kalau saya istilahkan demokrasi paripurna. Kalau LaNyalla pakai istilah demokrasi berkecukupan," tutur Ichsanuddin. Menurut Ichsanuddin, kembali kepada UUD 1945 naskah asli bukan saja untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem bernegara, tetapi juga mengembalikan sistem ekonomi sebagaimana telah diatur sesuai rumusan para pendiri bangsa. "Khususnya Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan kedaulatan ekonomi rakyat," tegas Ichsanuddin. Narasumber lainnya, Dr Abdy Yuhana yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan menilai bahwa bukan hal tabu konstitusi untuk diamandemen. Berkaca pada sejarah pasca-kemerdekaan, Indonesia pernah berada dalam situasi tersebut. Sebelum akhirnya pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit kembali kepada UUD 1945 naskah asli. "Berkaca pada sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan, maka tidak ada yang tak mungkin untuk mengubah sejarah menjadi lebih baik. Konstitusi dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya. Itulah adagiumnya. Konstitusi kita dibuat oleh para pemikir bangsa dengan visi yang sangat baik. Sementara saat amandemen 1999-2002, kita tidak tahu siapa saja yang merumuskan konstitusi itu," tutur Abdy. Sementara Koordinator Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Dr Nia Kania Winayanti lebih menekankan agar perbaikan dan penyempurnaan sebagaimana proposal tawaran Ketua DPD RI dilakukan dengan baik dan benar. Ia tak mau sejarah kembali terulang, di mana MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara justru menjelma menjadi alat legitimasi Presiden, bukan alat kontrol Presiden. "Berubahnya UUD akan berimplikasi pada perubahan struktur ketatanegaraan kita. Proposal usulan DPD RI tak masalah dari aspek kajian dan akademis. Tapi kita juga perlu memetakan posisi dan kedudukan MPR RI, agar jangan sampai dia menjadi alat politik kekuasaan politik seperti masa Orde Baru," tutur Nia. Sebagai inisiator kembali ke UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya diperbaiki dan disempurnakan dengan teknik adendum, Ketua DPD RI menawarkan lima proposal kenegaraan yang telah dipublikasikan. Puncaknya disampaikan dalam pidato Ketua DPD RI saat Sidang Bersama MPR, DPR dan DPD RI pada tanggal 16 Agustus 2023. Lima proposal kenegaraan itu di antaranya adalah proposal pertama, mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang menampung semua elemen bangsa. Yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan. Kedua, membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik, sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan masyarakat non partai. Ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara. Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia. Keempat, memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh. Kelima, menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero. Turut mendampingi Kabiro Setpim DPD RI, Sanherif Hutagaol dan Kepala Kantor Wilayah DPD RI Jawa Barat, Herman Hermawan. Hadir pula Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Pusat, Dr Muhammad Budi Djatmiko, Rektor Universitas Pasundan yang juga Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Jawa Barat, Prof Eddy Jusuf beserta jajaran, Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, Prof Didi Turmudzi, Ketua Umum Gerakan Bela Negara (GBN) Brigjen TNI (Purn) Hidayat Purnomo, Ketua Program Magister Ilmu Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Pasundan, Yaya Mulyana Abdul Azis, Para Mahasiswa Pascasarjana (S3 dan S2 Hukum) Universitas Pasundan dan seluruh tamu undangan lainnya. (Sumber: https://rri.co.id/jakarta/daerah/334625/fakultas-sospol-ui-setuju-sitem-bernegara-sesuai-pendiri-bangsa)

78 Tahun Merdeka, Kesenjangan di Daerah Masih Jadi PR Besar Bangsa Indonesia

28 Agustus 2023 oleh jakarta

Meski Indonesia sudah merdeka 78 tahun, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Mahyudin menilai, kesenjangan dan disparitas masih terjadi di Indonesia saat ini. Masih banyak rakyat yang belum menikmati hasil kemerdekaan itu. Bahkan tambah Mahyudin, internet dan listrik masih menjadi 'barang langka' di beberapa daerah. Sebagian warga seperti di Kalimantan, terpaksa berbelanja ke Malaysia, berjalan kaki. Masalah keadilan dan kesenjangan menurutnya, masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini. "Ketimpangan pembangunan juga terlihat di ibukota. Di Jakarta banyak jembatan tanpa sungai, sementara di daerah lain banyak sungai yang engggak ada jembatannya. Saya lihat kesenjangan begitu tinggi. Kuncinya keadilan yang belum merata," katanya dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) bersama kalangan mahasiswa dan stakeholder Pemerintah Daerah Bali, di Denpasar, Jumat (25/8/2023). Untuk itu, ia menambahkan, peran DPD menjadi sangat penting sebagai representasi daerah. Mengingat negara yang besar seperti Indonesia tidak bisa meniadakan keterwakilan daerah. Bahkan wacana pembubaran DPD, menurutnya sebuah pikiran sesat. "Boleh saja mengubah nama lembaga ini, tapi rohnya harus tetap ada," ucapnya. DPD kata dia, mesti berperan sebagai regional representatif, agar menjadi penyeimbang kekuatan DPR. Sehingga daerah-daerah lebih berdaya dan bisa menghapus dispariras. **DPD Tidak Bisa Apa-Apa** Dalam kesempatan yang sama, Mangku Pastika, selaku Anggota DPD RI Perwakilan Bali, mengatakan bahwa saat ini posisi DPD masih lemah dalam sistem ketatanegaraan. Padahal menurutnya, tujuan DPD dibentuk sebagai lembaga penyeimbang antara eksekutif dan legislatif agar tidak ada dominasi, baik dominasi eksekutif atau dominasi legislatif. "Sekarang yang terjadi mereka malah bersatu. DPD ya tidak bisa apa-apa. Jadi hasil pengawasan, pembahasan peraturan perundang-undangan, aspirasi dari rakyat itu bentuknya hanya sebagai bahan pertimbangan, rekomendasi baik kepada DPR maupun pemerintah," katanya Adapun kegiatan FGD ini diselenggarakan untuk menjaring masukan, gagasan, pikiran-pikiran yang konstruktif dan subtantif serta peta jalan terkait agenda proposal ketatanegaraan DPD RI. Kegiatan yang berlangsung di Kantor Perwakilan DPD RI Provinsi Bali tetebut, mengambil tajuk “Memperkuat Sistem Ketatanegaraan Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa dalam Konteks Proposal Kenegaraan DPD RI”. (Sumber: https://www.liputan6.com/regional/read/5380817/78-tahun-merdeka-kesenjangan-di-daerah-masih-jadi-pr-besar-bangsa-indonesia)

Indonesia Darurat Judi Online, Senator DPD RI Sarankan Strategi Paling Efektif untuk Pemberantasan

28 Agustus 2023 oleh jakarta

JAKARTA—Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut Indonesia darurat judi online. Pernyataan ini sangat beralasan mengingat judi online, dengan berbagai nama dan ragamnya, telah menelan banyak korban dari berbagai golongan masyarakat bahkan anak-anak muda juga menjadi korban kejahatan ini. Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, saat ini upaya pemberantasan judi online harus menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum. Sudah banyak cerita sedih dan tragis yang menimpa banyak orang kecanduan judi online yang bisanya juga terjerat oleh pinjaman online untuk memuaskan keinginan mendapatkan kemenangan. Oleh karena itu, segala daya dan upaya serta strategi harus ditempuh agar judi online bisa diberantas total. “Efek kecanduan main judi online membuat orang yang memainkannya menjadi pribadi yang problematik. Segala cara termasuk berani meminjam uang yang besar terutama dari pinjol mereka lakukan, karena yakin mereka akan menang dan mendapatkan puluhan lipat keuntungan. Saat mereka kalah atau nyaris menang, semakin semangat mereka meneruskan permainan. Makanya, sebelum kecanduan judi online ini menjadi 'wabah', harus segera dicegah,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (25/8). Menurut Fahira Idris, selain pemblokiran, pemantauan dan pelacakan situs judi online serta penegakkan hukum yang tegas, menghentikan aliran dana ke situs judi online juga menjadi strategi yang efektif memberantas judi online. Fokus kepada penghentian aliran dana ini tentunya memerlukan penyelidikan yang ekstensif atau menjangkau secara luas termasuk analisis setiap laporan transaksi keuangan mencurigakan. Penyelidikan yang ekstensif ini juga harus dikuatkan dengan upaya lain. Salah satunya mengidentifikasi dan membongkar jika ada jaringan orang atau kelompok asing yang diduga terlibat dalam pencucian uang hasil dari kegiatan kejahatan terorganisir termasuk perjudian online di luar Indonesia. Selain itu, yang juga penting adalah, besarnya demand pemain judi online di masyarakat harus dapat ditekan atau diturunkan secara signifikan. Ini karena, besarnya demand ini inilah yang menjadikan judi online marak, terus tumbuh bak jamur di musim hujan dan begitu lihai berubah bentuk apabila operasi mereka terdeteksi oleh penegak hukum. “Saya mengapresiasi tindakan tegas Polri memberantas judi online termasuk kepada pihak-pihak yang mempromosikan judi online. Pemberantasan judi online ini menjadi sebuah pekerjaan besar dan kompleks tetapi negara harus bisa memberantasnya,” pungkas Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta ini. (Sumber: https://fajar.co.id/2023/08/25/indonesia-darurat-judi-online-senator-dpd-ri-sarankan-strategi-paling-efektif-untuk-pemberantasan/)

Senator Jakarta Minta Kampus Rumuskan Tema Debat Capres yang Relevan dengan Masyarakat

25 Agustus 2023 oleh jakarta

utusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan kampus mengundang para calon presiden dalam debat adu gagasan, disambut antusias berbagai perguruan tinggi. Saat ini beberapa kampus, melalui organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) maupun kampus secara kelembagaan, sudah berencana mengundang tiga bakal capres yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto. Namun demikian, menurut anggota DPD RI Fahira Idris, kampus yang akan menggelar debat capres harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Mulai dari penentuan tema maupun metode debat. “Tinggal bagaimana pihak kampus merumuskan tema-tema debat yang relevan baik untuk masyarakat luas, misalnya soal lapangan pekerjaan, pangan, dan stabilitas harga, kemiskinan, eksploitasi SDA dan isu lingkungan hidup, dan pemberantasan korupsi," ucap Fahira, lewat keterangan resminya, Kamis (24/8). "Atau isu-isu spesifik misalnya soal pendidikan, riset dan inovasi, hingga isu ancaman geopolitik global,” sambung Senator Jakarta ini. Fahira meyakini, kampus sebagai tempat pembelajaran, lahirnya inovasi, dan berbagai pemikiran kritis, akan memaksa para capres merumuskan gagasan substantif, solutif, dan ilmiah dalam setiap debat yang diikutinya. (Sumber: https://rmol.id/amp/2023/08/24/586224/senator-jakarta-minta-kampus-rumuskan-tema-debat-capres-yang-relevan-dengan-masyarakat)

Senator RI Sylviana: LAKI Contoh Nyata Aksi Lawan Korupsi

25 Agustus 2023 oleh jakarta

PONTIANAK - Ketua Umum (Ketum) DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanudin Abdullah, menerima penghargaan dari Anggota DPD-RI periode 2019-2024 Dapil Provinsi DKI Jakarta yakni Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, S.H, M.Si. Penghargaan tersebut disampaikan pada kegiatan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) LAKI ke XVI di Jakarta pada 22-24 Agustus 2023. Penghargaan ini sekaligus sebagai bentuk apresiasi kepada lembaga ini yang berani menonjol ke depan dengan tidak slogan anti korupsinya. Kepada sejumlah wartawan, Sylviana Murni menyebutkan bahwa apresiasi tinggi disampaikannya kepada Ketua Umum LAKI atas komitmennya, selaku penggiat anti korupsi dan punya semangat tinggi membantu pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. “Jujur, sudah layak apresiasi kita sampaikan kepada pengurus LAKI. Entah itu, Ketumnya, Sekjend, Dewan Penasehat LAKI atas komitmen luar biasanya," katanya, Rabu(23/8) di Jakarta. Menurut mantan Walikota Jakarta Pusat (2008-2010) ini, para penggiat anti korupsi seperti LAKI sangat unik. Sebab di saat orang takut menyatakan dirinya anti korupsi, tetapi LAKI justru berani terdepan menyatakan anti korupsi dan berkomitmen melawan korupsi. Gebrakan LAKI melawan korupsi, harusnya jadi contoh dan teladan bagi semuanya dalam melawan korupsi. “Kami berharap apa yang dilakukan LAKI bisa menularkan dan menebar ke orang lain, terutama kalangan keluarga. Sebab keluarga adalah barisan masyarakat terkecil. Kalau ini bisa dilakukan. Insha Allah, Indonesia bebas korupsi bakalan terwujud," ucap dia. Penghargaan selain diberikan kepada Ketum DPP LAKI, juga kepada Sekjen LAKI, Dr. Meta Indah Budhianti, SH, MH dan Dewan Penasihat DPP LAKI HM Ali Anafiah, SH, M.Si. Ketua Umum LAKI Burhanudin Abdullah, SH, mengucapkan terima kasih kepada Senator RI atas penghargaannya hari ini (kemarin). Penghargaan ii bagi LAKI adalah beban moral dan kepercayaan yang harus dipertanggungjawaban ke publik. Penghargaan ini juga menjadi anugerah dan kepercayaan wakil rakyat kepada LAKI. "Jujur apa yang saya lakukan, tidak pernah berharap penghargaan dari mana pun. Kami hanya bekerja dan berkomitmen melawan korupsi. Semoga penghargaan ini jadi penyemangat pengurus LAKI se-Indonesia melawan korupsi," pungkas dia. **Artis Indonesia Gabung LAKI** Sementara agenda Rakernas LAKI ke XVI di Jakarta pada 22-24 Agustus 2023 diwarnai dengan bergabungnya dua artis beken Indonesia yakni, Sandy Tumiwa dengan artis cantik, Vista Putri. Beberapa organisasi sayap LAKI juga ikut didirikan. "Selain artis Sandy Tumiwa dan Vista Putri nantinya banyak artis-artis lain, yang secara lisan menyatakan bergabung dalam organisasi Ikatan Cendikiawan Anti Korupsi (ICAK). Beberapa mantan pejabat setingkat Kementerian juga menyatakan kesediaan," katanya. Rakernas LAKI tahun 2023 ini diikuti 34 DPD tingkat Provinsi de ngan 300 DPC Kabupaten/Kota bersama 50 Koordinator kecamatan atau Desa/Lurah se-Indonesia. LAKI sendiri sudah berkontribusi sebagai mitra pemerintah, kepolisian, kejagung dan KPK. “Selama 16 tahun kami menjadi mitra pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Kontribusi kita di sini, seperti melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan korupsi, sosialisasi UU anti Korupsi, dan pelaporan-pelaporan terkait kasus-kasus tindak pidana korupsi," jelas Burhanudin. Burhanudin menambahkan beberapa agenda yang dikupas dalam Rakernas diantaranya membahas dan melakukan evaluasi organisasi internal, evaluasi kinerja pemerintah, dan membahas mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. “Sering muncul pertanyaan mengapa Korupsi di Indonesia sulit diatasi, karena ada UU yang memang harus di revisi. Maka kita berharap nanti ada point UU mengenai Tindak Pidana Korupsi di revisi agar dapat memberi efek jera bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi. Selain itu revisi masalah tempat tahanan terpidana korupsi," pungkasnya seraya menambahkan 10 organisasi sayap LAKI mulai dari LBH PTKI, LBH Pertanahan, Relawan LAKI, LAKI Lawyer Club, Tani Nelayan dan Buruh Anti Korupsi, Garda Peduli Pemulung Anti Korupsi, Ikatan Cendikiawan Anti Korupsi, Perempuan Anti Korupsi, Mahasiswa Gempur Korupsi dan Leader Anti Korupsi Muda Indonesia ikut dikukuhkan. (Sumber: https://pontianakpost.jawapos.com/politik/1462802797/senator-ri-sylviana-laki-contoh-nyata-aksi-lawan-korupsi)