Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

Ketua DPD RI Dukung Usulan Menag Masukkan Pendidikan Hijau ke dalam Kurikulum

24 Januari 2025 oleh jakarta

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin menyambut baik usulan Menteri Agama RI Nasaruddin Umar untuk memasukkan pendidikan pelestarian lingkungan atau "pendidikan hijau" ke dalam kurikulum sistem pendidikan nasional. Dia mengatakan, paradigma ekoteologis yang disampaikan Menteri Agama tersebut patut diapresiasi sebagai perhatian pemerintah terhadap isu perubahan iklim secara substansial. "Kami percaya semua agama memiliki ajaran yang spesifik pada kelestarian lingkungan. Oleh karena itu sistem Pendidikan yang berwawasan ekologis harus menjadi strategi pengelolaan ketahanan iklim nasional di era perubahan iklim," ujar Sultan dalam keterangan tertulis dikutip Kamis (23/1/2025). Senator penulis buku Green Democracy itu mengatakan saat ini lembaga DPD RI sedang menyusun RUU Pengelolaan Iklim sebagai RUU prioritas 2025. Pemahaman tentang dampak perubahan iklim bagi generasi muda harus menjadi perhatian pemerintah. "DPD RI secara kelembagaan memberikan atensi serius pada isu iklim dengan pendekatan pendidikan hijau (green education). Kami sangat membutuhkan dukungan materi dan substansi RUU pengelolaan iklim dari semua pihak termasuk tokoh agama," tegasnya. Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar meminta ekoteologi dan pelestarian alam masuk dalam kurikulum pendidikan agama dan keagamaan. Menurutnya relevansi pendidikan sangat penting dalam menjawab tantangan zaman, terutama krisis lingkungan. Dia menekankan pentingnya pendekatan ekoteologi untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pelestarian alam. (Sumber: https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2025/01/23/ketua-dpd-ri-dukung-usulan-menag-masukkan-pendidikan-hijau-ke-dalam-kurikulum)

Tanam Serentak Se-Jakarta, DPD Happy Djarot Dorong Ketahanan Pangan

24 Januari 2025 oleh jakarta

Anggota komite II DPD RI Dapil Jakarta, Happy Djarot berpartisipasi dalam kegiatan tanam serentak se-Jakarta. Dia menyampaikan, acara bertujuan untuk mendukung program swasembada hingga ketahanan pangan. “Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Tanpa pangan yang cukup, tidak akan ada tenaga untuk bekerja, belajar, atau beraktivitas,” kata Happy di Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat dalam keterangan pers diterima, Rabu (22/1/2025). Happy berharap, giat dilakukannya bisa menjadi landasan untuk modal pembangunan dan kesejahteraan. Sebab, pangan menjadi kebututuhan pokok bagi manusia dalam membentuk ketahanan dan swasembada. “Ketahanan pangan menjadi landasan bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat,” harap dia. Happy optimis, program dijalankan mampu meningkatkan pendapatan petani serta memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal.Kuncinya, masing-masing wilayah dapat memamerkan hasil tani dan perkebunan (urban farming) seperti Labu Madu, Cabai dan Jagung dari Jakarta Barat, Anggur, Rosella dari Jakarta Pusat serta Jagung Pulut dari Jakarta Utara. “Keberhasilan hasil panen tidak lepas dari kerja keras dan ketekunan Kelompok Tani dan tim penggerak PKK yang hasilnya dapat di manfaatkan untuk warga sekitar dan juga penunjang perekonomian kerakyatan,'' Happy menandasi. **Tanah Benih Jagung dan Cabai** Sebagai informasi, dalam giat tersebut, Happy bersama dengan Dinas Ketahanan Pangan Kelautan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta dan Tim Penggerak PKK Provinsi DKI Jakarta menanam benih jagung dan cabai serta memetik hasil panen terong di lahan seluas kurang lebih 1000 meter persegi yang berada di RPTRA di Kecamatan Kembangan. Kegiatan dimulai dengan menanam benih Jagung dan Cabai serta memetik hasil panen Terong di lahan seluas kurang lebih 1000 meter persegit tersebut, juga turut diisi dengan sesi dialog interaktif bersama 3.000 peserta yang terdiri dari Kelompok Tani juga masyarakat umum yang dilakukan secara online dan offline. (Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/5892242/tanam-serentak-se-jakarta-dpd-happy-djarot-dorong-ketahanan-pangan?page=2)

KSBSI Hadiri RDPU Komite III DPDRI tentang UMP 2025

24 Januari 2025 oleh jakarta

Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) diwakili Presiden KSBSI, Elly Rosita SIlaban bersama rombongan menghadiri agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Khususnya Penetapan Upah Minimum Tahun 2025. Turut diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) diantaranya oleh Shinta Widjaja Kamdani (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan St. Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak, pada Selasa, 21 Januari 2025, bertempat di Ruang Rapat Kutai Gedung B Lantai 3 DPD RI Jl. Jenderal Gatot Subroto No.6 Jakarta Pusat. Dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, KSBSI menyampaikan pandangannya tentang Penetapan UMP Tahun 2025, khusunya tentang upah minimum dan hIdup layak. "Kami meyakini bahwa pekerja dan buruh Indonesia berhak mendapatkan upah yang layak sehingga mampu menghidupi dirinya sendiri maupun keluarganya." kata Elly. [image]KSBSI1.jpg[/image] Elly Rosita Silaban menegaskan bahwa buruh Indoensia juga berharap adanya revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan kebijakan upah, Penegasan implementasi Struktur Skala Upah di perusahaan. Lebih lanjut, Ia juga berharap tentang adanya peningkatan proteksi sosial dan perluasan akses Jaminan Sosial, Lalu revisi Undang-Undang yang terkait implementasi Standar Kerja Layak. Turut mendampingi dalam agenda tersebut, Trisnur Priyanto Ketua Umum Garteks sekaligus anggota Dewan Pengupahan Nasional, Ketua Umum FPE-KSBSI Riswan Lubis. (Sumber: https://www.ksbsi.org/home/read/2560/KSBSI-Hadiri-RDPU-Komite-III-DPDRI-tentang-UMP-2025)

BAP DPD RI Minta Kejaksaan Agung Tindaklanjuti Laporan IHPS I 2024

24 Januari 2025 oleh jakarta

Badan Akuntabiltas Publik (BAP) DPD RI meminta Kejaksaan Agung RI untuk menindaklanjuti laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2024 dari Lembaga BPK RI. Hal tersebut tertuang pada saat rapat konsultasi dengan Kejaksaan Agung RI. “Kami mendorong agar laporan temuan BPK RI yang telah disampaikan kepada aparat penegak hukum untuk segera ditindaklanjuti,” ucap Ketua BAP DPD RI, Abdul Hakim di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu 22 Januari 2025. Senator asal Lampung ini menambahkan, pada substansi IHPS I tahun 2024 bahwa hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 9.910 temuan yang memuat 16.518 permasalahan sebesar Rp12,64 triliun. Hal itu meliputi 7.055 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 9.364 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp11,09 triliun, serta 99 permasalahan ketidakhematan dan ketidakefektifan sebesar Rp1,55 triliun. “BAP DPD RI mencatat beberapa poin krusial diantaranya total nilai temuan pada IHPS I 2024 sebesar Rp12,64 Triliun dan jumlah temuan pada IHPS 1 2024 meningkat menjadi 9.910 dari 9.261 pada IHPS I 2023. Peningkatan temuan ini dimungkinkan karena Jumlah LHP yang meningkat dari 705 menjadi 738 pada IHPS 1 2024,” tegas Abdul Hakim. Pada IHPS I 2024, sambungnya, terdapat empat laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) yang memperoleh Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yakni Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Badan Pangan Nasional. Menurut Abdul Hakim, laporan itu meningkat dibanding pada IHPS I 2023 yang hanya berjumlah satu LKKL yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Terkait pemeriksaan terhadap pemerintah daerah apabila dibandingkan dengan tahun 2022, berdasarkan tingkat pemerintahan terjadi penurunan persentase opini LKPD Tahun 2023 pada pemerintah provinsi dari 94 persen menjadi 84 persen dan pada Pemkab dari 91 persen menjadi 89,6 persen,” tutur Abdul Hakim. (Sumber: https://www.mjnews.id/berita/m-122609/bap-dpd-ri-minta-kejaksaan-agung-tindaklanjuti-laporan-ihps-i-2024/)

Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas: Urgensi Otonomi Daerah Dalam Perspektif Asta Cita

24 Januari 2025 oleh jakarta

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menggelar Executive Brief dengan tema ‘Otonomi Daerah Dalam Perspektif Asta Cita’ dalam rangka menjalin sinergi antara DPD RI dan pemerintah dalam mewujudkan otonomi daerah sesuai konstitusi UUD 1945. Pemerintah melalui Kementerian PPN/BAPPENAS telah menyusun UU Nomor 59 tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045 dalam mendukung perwujudan visi Indonesia Emas 2045. Sebagai lembaga yang mewakili daerah, DPD RI memiliki fokus utama pada kepentingan daerah dalam proses pengambilan keputusan politik di tingkat nasional. Tugas DPD RI menjadi jembatan antara aspirasi daerah dan pemerintah pusat. “DPD RI memandang bahwa otonomi daerah, politik, dan hukum harus berjalan selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945,” ucap Wakil Ketua DPD RI GKR Hemas saat membuka forum tersebut, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (22/1/2025). GKR Hemas menjelaskan, DPD RI dalam menjalankan tugas dan fungsinya, berpedoman pada konstitusi untuk memperjuangkan keseimbangan antara kekuatan pemerintah pusat dan daerah, memastikan terciptanya keadilan, serta menjaga kedaulatan rakyat di seluruh pelosok Indonesia. “DPD RI hadir untuk memastikan bahwa aspirasi daerah tersalurkan secara adil dalam proses politik nasional, dalam hal ini termasuk mengenai otonomi daerah,” ucap Senator DIY tersebut. Masih di kesempatan yang sama, GKR Hemas mengatakan bahwa dalam kerangka RPJPN, otonomi daerah memiliki tiga peran strategis, pertama otonomi daerah sebagai instrumen pemerataan pembangunan memungkinkan setiap wilayah mengembangkan potensi unggulannya masing-masing, baik dari segi sumber daya alam, budaya, maupun ekonomi kreatif sehingga dapat mempercepat pengurangan kesenjangan antar wilayah. Kedua, otonomi daerah sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kewenangan yang lebih besar, pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan publik yang lebih dekat, responsif, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup rakyat secara keseluruhan. “Peran strategis ketiga, otonomi daerah sebagai pilar demokrasi lokal, melalui otonomi daerah masyarakat memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pengawasan, dan pelaksanaan pembangunan,” imbuhnya. Pada rapat ini, Ketua Komite I DPD RI Andi Sofyan Hasdam mengungkapkan dalam rangka menjawab aspirasi yang berkembang di daerah, yaitu adanya keinginan kuat masyarakat dan daerah untuk mendapatkan hak atas kesejahteraan dan keadilan melalui pembentukan DOB. Usulan pembentukan calon DOB yang masuk melalui DPD RI hingga sekarang ini berjumlah sebanyak calon 186 DOB, yang terdiri dari 15 usulan pembentukan Provinsi, 148 usulan pembentukan Kabupaten dan 23 usulan pembentukan Kota. “Pemekaran daerah merupakan langkah konstitusional dan sebagai pelaksanaan dari UUD NKRI atas kewenangan DPD RI serta Penataan Daerah merupakan pilihan kebijakan yang rasional dan objektif ,” ucapnya. Menanggapi hal itu, Asisten Deputi Koordinasi Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Kemenko Polhukam Bidang Politik Dan Keamanan, Ade Pratikno mengungkapkan, pada Asta Cita, terdapat Prioritas Nasional (PN) ke-7 yaitu “Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyeludupan,” yang memiliki salah satu Program Pembangunan (PP) yaitu Reformasi tata Kelola pemerintahan dengan salah satu Kegiatan Pembangunannya (KP) adalah Penataan Desentralisasi dan Otonomi Daerah. “Proyek Prioritas dari Kegiatan Pembangunan Penataan Desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah peningkatan sinergi kewenangan pusat dan daerah dalam optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, Penguatan kapasitas dan kinerja pelaksanaan kegiatan pada daerah khusus/istimewa, dan Penyiapan Revisi UU Pemerintahan Daerah,” tukas Ade. Sementara itu, Pakar Otonomi Daerah Ajiep Padindang menegaskan, DPD RI melalui usulan perubahan UU Pemda perlu mempertegas rumusan Otonomi Daerah yang seluas-luasnya dengan mempertegas azas desentralisasi dan tugas pembantuan, kewenangan dan urusan sehingga akan memperkuat Ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI). “Saya kuatir isu sentralisasi, makin tumbuh kuat ke depan, jika dalam masa pemerintahan sekarang, tidak disusun secara baik suatu Desain Besar Otonomi Daerah beserta Daerah Otonomnya menuju Indonesia Emas 2045,” Kata Padindang. GKR Hemas menambahkan, bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidaklah lepas dari tantangan. Meski daerah diberikan kewenangan untuk mengelola urusan rumah tangganya, praktiknya terdapat tantangan yang sering dihadapi, seperti ketimpangan kapasitas antar daerah. Ia menyebutkan, Asta Cita tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga harus dijalankan oleh pemerintah daerah. “Forum ini merupakan salah satu upaya DPD RI untuk mendapatkan masukan dan telaah kritis dari berbagai pihak, dalam rangka perbaikan penyelenggaraan otonomi daerah khususnya terkait dengan pemerintahan daerah,” pungkas GKR Hemas. (Sumber: https://beritabuana.co/2025/01/22/wakil-ketua-dpd-ri-gkr-hemas-urgensi-otonomi-daerah-dalam-perspektif-asta-cita/)

Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Apresiasi Mendikdasmen Yang Akan Hapus Istilah Ujian

24 Januari 2025 oleh jakarta

Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Filep Wamafma, memberikan respon terkait pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia, Abdul Mu’ti, yang akan menghapus istilah zonasi dan ujian. Menurut Filep Wamafma, penghapusan istilah ujian tersebut merupakan bukti bahwa Mendikdasmen setidaknya menyadari bahwa bangsa Indonesia harus keluar dari sistem kapitalisme yang serba distandarisasi. “Kita belum mendengar konsep pengganti. Namun saya apresiasi langkah Mendikdasmen. Semoga arah berfikir dunia pendidikan kita dalam menghapus istilah ujian, adalah dalam rangka berfokus pada kebebasan berfikir siswa dan membangun karakter siswa. Bukan dipaksa berfikir dan lulus dengan standar tertentu. Jika kita keluar dari sistem standarisasi tersebut, dari situlah lahir manusia merdeka dan kaya kreatifitas.” ucapnya. Ia pun sepakat bahwa sistem ujian dengan segala standarisasi yang dilakukan di dunia pendidikan saat ini, adalah ciptaan kapitalisme yang hanya berfokus menciptakan manusia seragam yang berorientasi pada fabrikasi tenaga kerja. Padahal, Pendidikan adalah proses belajar untuk membangun karakter mandiri di atas kebebasan berpikir, bukan dogma. Anggota DPD Republik Indonesia dari Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Barat itu pun menyebutkan bahwa Indonesia dapat belajar dari negara Finlandia. Finlandia tidak memiliki ujian nasional yang wajib diikuti seluruh siswa. Finlandia hanya memiliki satu ujian yang bersifat sukarela, yaitu Ujian Matrikulasi Nasional, yang diikuti oleh siswa di akhir sekolah menengah atas. Dengan kebijakan itu, Finlandia menilai siswa secara individual dengan sistem penilaian yang ditetapkan oleh guru masing-masing. Penilaian dilakukan berdasarkan proses belajar mengajar di kelas, seperti kreativitas, inisiatif, dan kerja sama. Menurut Filep Wamafma, sistem tersebut dapat menjadi loncatan besar bagi perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia ke depan. (Sumber: https://www.musinews.id/ketua-komite-iii-dewan-perwakilan-daerah-republik-indonesia-apresiasi-mendikdasmen-yang-akan-hapus-istilah-ujian/)

Dukung Penuh Aspirasi Buruh/Pekerja, Komite III DPD RI Segera Gelar Raker dengan Kementerian Terkait

24 Januari 2025 oleh jakarta

Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma mendukung penuh aspirasi dan harapan 43 Federasi Buruh/Pekerja dari anggota 9 Konfederasi Buruh/Pekerja yang disampaikan dalam audiensi dengan Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung pada 16 Januari 2025. Dalam keterangan yang diterima wartawan, senator Filep mendesak pemerintah agar melanjutkan putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dkk. Putusan itu memuat 21 poin penting dalam amar putusannya dimana MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian materiil UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU yang diajukan kalangan serikat pekerja/buruh tersebut. Dalam amar putusan ini, MK menyatakan 20 pasal dalam UU 6/2023 inkonstitusional bersyarat dan 1 pasal yakni kata ‘dapat’ dalam Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU 6/2023 inkonstitusional. “Saya paham betul harapan dan aspirasi kawan-kawan buruh. Selaku Ketua Komite III yang membidangi masalah ketenagakerjaan, saya mendesak Pemerintah untuk melaksanakan Putusan MK terkait UU Cipta Kerja”, kata Filep. “UU Cipta Kerja ini kan sejak diundangkan, diwarnai banyak gugatan. Tahun 2021 ada 9 gugatan di MK perihal UU ini. Di 2023 ada 11 gugatan. Dan di 2024 ini, hal-hal terkait Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak lagi berdasarkan izin, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, cuti, pengupahan, ketentuan pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), diputuskan secara adil oleh MK. Bahkan MK melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, dibuat UU Ketenagakerjaan sendiri, mengeluarkannya dari cluster UU Cipta Kerja. Ini menunjukkan kalau UU Cipta Kerja pada cluster Ketenagakerjaan memang urgen untuk diubah”, tegas Filep lagi. Lebih lanjut, senator Papua Barat itu lantas meminta Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera merespons aspirasi buruh ini, terkait penyusunan UU Ketenagakerjaan yang dimaksud. “Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan, sudah seharusnya merespons cepat persoalan ini, mengingat MK memberi waktu dalam 2 tahun untuk membuat UU Ketenagakerjaan tersendiri. Saya pastikan pada awal Februari nanti kami Komite III akan mengadakan Rapat Kerja dengan Kemenaker, guna memperjelas keseriusan Pemerintah menindaklanjuti Putusan MK itu,” ungkap Filep. “Saya kira kita semua menginginkan keadilan dalam iklim ketenagakerjaan kita. Keadilan yang diharapkan para buruh, harus dimulai dari kepastian hukum, dengan kata lain regulasinya harus ada dulu baru bisa kita implementasikan. Ini sampai sekarang Pemerintah belum terlihat jelas segera merespons. Kami meminta dukungan masyarakat agar perjuangan kami terhadap nasib buruh dengan mendorong lahirnya regulasi baru yang berkeadilan ini dapat terwujud,” pungkas Filep. Diketahui bahwa hasil-hasil audiensi pada 16 Januari tersebut telah dijadikan pembahasan utama dalam rapat kerja Komite III. Menurut Filep, persoalan ini penting mendapat perhatian serius guna mempersiapkan langkah-langkah strategis menuju pembaruan hukum ketenagakerjaan. (Sumber: https://ruangwarta.com/dukung-penuh-aspirasi-buruh-pekerja-komite-iii-dpd-ri-segera-gelar-raker-dengan-kementerian-terkait/)

Komite IV DPD dan OJK Bahas Permasalahan Sektor Jasa Keuangan di Sumatera Utara

24 Januari 2025 oleh jakarta

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja ke Kantor Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Utara dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan mengidentifikasi sejumlah permasalahan di sektor jasa keuangan yang dihadapi di Provinsi Sumatera Utara. Selain untuk mengetahui permasalahan di sektor jasa keuangan, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan terkini di sektor jasa keuangan. Pertemuan ini berlangsung di Hotel JW Marriot Kota Medan Provinsi Sumatera Utara dan dihadiri oleh Ketua dan Anggota Komite IV DPD RI, pimpinan OJK Perwakilan Sumatera Utara beserta Dewan Komisioner Perencanaan Strategis, Keuangan, Sekretariat Dewan dan Logistik. Kunjungan ini dipimpin langsung oleh H. Ahmad Nawardi Ketua Komite IV DPD RI beserta rombongan Anggota Komite IV DPD RI yang memiliki tugas pengawasan terhadap sektor keuangan. Fokus utama diskusi adalah mengevaluasi kinerja OJK dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, termasuk perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank, sesuai amanat UU Nomor 21 Tahun 2011. Dalam pertemuan tersebut, Ketua Komite IV DPD RI menyampaikan pentingnya kolaborasi antara OJK dan DPD RI untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan nasional. “Kami ingin memastikan bahwa pengawasan terhadap sektor jasa keuangan berjalan dengan transparan dan efektif, sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional serta melindungi kepentingan masyarakat,” ujar Senator asal Jawa Timur tersebut. Sementara Koordinator Tim Kunjungan Kerja Komite IV DPD RI yang juga anggota DPD RI asal Sumut, K.H. Muhammad Nuh, M.S.P mengatakan, DPD RI merupakan lembaga legislatif yang memiliki tugas, kewenangan, serta fungsi dalam memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang sesuai amanat konstitusi. “Amanat ini tertuang dalam Pasal 22D ayat (3) UUD 1945 di mana disebutkan DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah; pembentukan; pemekaran dan penggabungan daerah; hubungan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara; pajak; pendidikan; dan agama,” ujarnya. Dia mengatakan, Komite IV sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI yang membidangi lembaga keuangan dan perbankan/non perbankan, pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2024-2025 adalah melakukan Pengawasan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Berbagai persoalan di sektor jasa keuangan, mulai dari pembiayaan UMKM, permasalahan pinjol serta permasalahan lainnya telah menarik perhatian banyak pihak. “Oleh karena itu, guna mendapatkan informasi yang lebih komprehensif terkait materi dimaksud, maka Komite IV memandang perlu untuk melakukan kunjungan kerja bersama OJK dalam rangka “Pengawasan terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” jelasnya. (Sumber: https://www.mjnews.id/berita/m-122589/komite-iv-dpd-dan-ojk-bahas-permasalahan-sektor-jasa-keuangan-di-sumatera-utara/)

Komite III DPD RI Undang Pakar Bahas Soal Kenaikan Upah dan Standar Hidup Layak di Indonesia

24 Januari 2025 oleh jakarta

Penetapan Upah Minimum selalu mengundang pro dan kontra antara pengusaha dan pekerja, yang mana terjadi pula pada Upah Minimum tahun 2025. Dalam hal itu, Komite III DPD RI melakukan upaya Inventarisasi Materi Pengawasan Atas Pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang membahas persoalan Upah dan Standar Hidup Layak bagi para pekerja di Indonesia. “Hakikatnya pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perihal upah minimum sesuai yang ditetapkan pemerintah, sesuai aturan yang berlaku, namun perlu adanya win-win solution antara pengusaha dan pekerja,” ucap Ketua Komite III Filep Wamafma, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (21/1/2025). Filep mengatakan, harus ada solusi lebih lanjut akibat dari penetapan Upah Minimum tahun 2025 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 yang pada pelaksanaannya menimbulkan berbagai persoalan antara pengusaha dan pekerja. Di forum rapat ini, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyatakan, KSBSI mengapresiasi kenaikan UMP 6.5%, meskipun masih di bawah perhitungan internal KSBSI pada angka 7.74% dan adanya pembatalan kenaikan PPN 12%. Menurut Elly, pekerja dan buruh di Indonesia berhak mendapatkan upah yang layak dan mampu menghidupi dirinya maupun keluarganya, sebagai dampak dari tingginya inflasi dan naiknya harga bahan pokok. Elly juga mengkhawatirkan akan terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dari kenaikan upah ini dan menyarankan agar menjadi perhatian pemerintah. “Kami berharap ada peran pemerintah untuk menurunkan harga bahan pokok, juga revisi UU Ketenagakerjaan yang baru dengan pengawasan terhadap kebijakan upah dan peningkatan proteksi sosial dan akses jaminan sosial bagi pekerja,” harap Elly. Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Bob Azam, melihat dalam proses penetapan Upah Minimum 2025 megalami kenaikan sebesar 6,5%. Apindo menilai masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan. “Seringkali proses perundingan Dewan Pengupahan menghadapi berbagai tantangan yang menghambat terciptanya dialog yang harmonis dan konstruktif, sehingga menjadi tantangan untuk mencapai kesepakatan yang transparan, adil, dan berbasis musyawarah sebagaimana diharapkan,” tukasnya. Pada rapat ini, Pakar Kebijakan Publik, Payaman J. Simanjuntak memaparkan bahwa filosofi dalam menetapkan upah seharusnya mencerminkan keadilan sebagai imbalan atas jasa kerja yang diberikan seseorang terhadap perusahaan atau organisasi, kemudian menghitung beban kerja yang sesuai jabatan kompetensi, juga kecukupan untuk kebutuhan hidup layak, memuat adanya sistem insentif, dan sesuai dengan produktivitas kerja. Payaman menambahkan, dalam rangka mengawasi dan memastikan pelaksanaan ketentuan upah minimum tersebut, pemerintah dapat menempuh beberapa cara melalui sistem pelaporan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, kemudian laporan dari pekerja atau masyarakat, dan temuan oleh pegawai pengawas. “Ketentuan upah minimum pada dasarnya berlaku hanya bagi pekerja pemula, bagi yang pengalaman kerja atau berpendidikan lebih tinggi dari pendidikan dasar harusnya menerima upah yang lebih besar dari UMP/UMK,” jelasnya Berdasarkan hal itu, Filep menyebutkan, Laporan Aspirasi Masyarakat Daerah (Asmasda) terkait kenaikan upah 2025 yang dihimpun di antaranya ditemui adanya ketidaksesuaian upah minimum dengan kebutuhan hidup layak, kemudian adanya pelanggaran terhadap implementasi UMP dan kurang optimalnya penegakan hukum bagi perusahaan yang melanggar ketentuan UMP. Selain itu, adanya ketimpangan upah pada sektor formal dan informal yang dikhawatirkan dari kenaikan upah adalah menimbulkan beban bagi dunia usaha terutama sektor UKM dan usaha kecil. (Sumber: https://beritabuana.co/2025/01/21/komite-iii-dpd-ri-undang-pakar-bahas-soal-kenaikan-upah-dan-standar-hidup-layak-di-indonesia/)

Rapat dengan BGN, Komite III DPD RI Minta Program Makan Bergizi Gratis Gunakan Sistem Lebih Efektif

24 Januari 2025 oleh jakarta

Komite III DPD RI menggelar Rapat Kerja dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana untuk mengevaluasi pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa (21/1/2025). Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma mengatakan bahwa meskipun program ini merupakan upaya strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program, termasuk permasalahan teknis, kebijakan, dan pengelolaan anggaran. “Melalui rapat kerja ini, diharapkan dapat terjalin koordinasi dan sinergi yang lebih kuat antara Komite III DPD RI dengan Badan Gizi Nasional RI dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia lebih baik. Hasil-hasil yang dicapai dalam rapat kerja ini nantinya akan menjadi landasan penting dalam perumusan kebijakan terhadap kebutuhan dan aspirasi daerah,” ujar Filep yang didampingi oleh Wakil Ketua Komite III DPD RI Dailami Firdaus dan Jelita Donal. Dalam raker tersebut, Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa Program MBG dirancang tidak hanya untuk meningkatkan gizi masyarakat, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal. BGN juga memandang program ini sebagai tulang punggung utama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. “Program ini dirancang untuk melibatkan UMKM, koperasi, dan BUMDes sebagai penyedia bahan baku guna menciptakan dampak ekonomi lokal,” jelasnya. Menanggapi paparan dari Dadan, Anggota DPD RI dari Papua Pegunungan Arianto Kogoya mengapresiasi program MBG sebagai upaya memperbaiki gizi anak-anak Indonesia. Ia berharap agar program ini dapat segera berjalan di provinsinya. “Memang tantangan geografisnya luar biasa, kami harapkan untuk keadilan, anak-anak di Papua Pegunungan harus merasakan program ini,” harapnya. Anggota DPD RI dari Gorontalo Jasin U Dilo menyoroti pentingnya memprioritaskan pelaksanaan program MBG di daerah pedalaman. “Di pedalaman, banyak masyarakat tidak mampu, apalagi anak-anak yatim ataupun yatim piatu yang sangat membutuhkan makanan bergizi,” jelasnya. Terkait pembiayaan, Anggota DPD RI dari Maluku Utara Hasby Yusuf berharap program MBG tetap sepenuhnya menggunakan APBN dan tidak membebani APBD. Hal ini juga diamini oleh Anggota DPD RI dari Riau Sewitri yang menilai bahwa beban anggaran di daerah sudah cukup berat. “Saya harap anggaran Makan Bergizi Gratis tetap dari pusat, jangan ditimpakan ke kami di daerah. Di Riau saat ini anggaran defisit dan masih ada yang tunda bayar,” imbuhnya. Dalam kesempatan yang sama, beberapa Anggota DPD RI menyoroti pentingnya pengaturan sistem distribusi yang baik untuk daerah kepulauan. Anggota DPD RI dari Kalimantan Barat, Erlinawati, menambahkan bahwa makanan dalam program MBG harus dipastikan tetap segar dan layak konsumsi ketika sampai di tangan anak-anak. Senada, Anggota DPD RI dari Maluku Anna Latuconsina menekankan kebutuhan dapur umum yang lebih banyak di wilayahnya. “Maluku punya sebelas kabupaten/kota yang dipisahkan oleh lautan, sehingga dapur umum perlu lebih banyak dibanding daerah lain. Misalnya, makanan yang dikirim dari Ambon ke Kecamatan Saparua menggunakan speedboat, apakah dijamin makanan itu bisa tiba dengan kondisi yang masih baik?” ujarnya. Menutup Raker, Filep menegaskan bahwa perubahan perilaku masyarakat Indonesia dalam tata kelola makanan oleh keluarga yang meliputi kebersihan, memilih bahan makanan yang sehat dan memasak dengan benar, juga harus menjadi tujuan program MBG. Selain itu dirinya juga memastikan sikap dan dukungan DPD RI pada program MBG, salah satunya melalui tugas dan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPD RI sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi serta dalam bentuk kolaborasi dan kerjasama lainnya. (Sumber: https://narasipos.com/nasional/rapat-dengan-bgn-komite-iii-dpd-ri-minta-program-makan-bergizi-gratis-gunakan-sistem-lebih-efektif/)