Berita DPD di Media

Beranda

ยป

Berita DPD di Media

Komite II DPD RI Minta Kaji Ulang Kenaikan Tiket Pesawat

oleh jakarta

Jakarta – Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai mengatakan kenaikan harga avtur berdampak pada harga tiket pesawat. Kenaikan harga tiket ini dikhawatirkan akan berdampak pada melambatnya roda perekonomian di daerah-daerah salah satunya tempat destinasi wisata. “Terkait dengan harga avtur, untuk penerbangan internasional di Bandara Soekarno Hatta berada di angka USD91,2 per liter pada tanggal 15 Agustus 2022. Untuk kategori penerbangan domestik, flight price into plane/not into plane di bandara yang sama ada di angka Rp14.958 per liter. Tetapi harga tiket pesawat masih mahal,” ujar Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai saat memimpin rapat di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (12/9/2022). Menurutnya, menyikapi kenaikan harga tiket pesawat ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hendaknya mengupayakan langkah strategis agar harga tiket pesawat menjadi lebih stabil. Salah satunya dengan mengusulkan penghapusan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) avtur. “Kita berharap penghapusan pajak ini harga tiket pesawat bisa normal kembali,” kata Senator asal Papua ini. Anggota DPD RI asal Kalimantan Timur, Aji Mirni Mawarni mengkritisi naiknya harga tiket pesawat. Menurutnya naiknya harga tiket pesawat, dapat meningkatkan keamanan penumpang. “Harga tiket naik dan jumlah armada menurun, seharusnya keamanan penumpang bisa menjadi perhatian maskapai,” pungkasnya. Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Provinsi Nusa Tenggara Timur Angelius Wake Kako menilai kenaikan harga pesawat menyulitkan daerah-daerah dalam meningkatkan perekonomian. Pemerintah seharusnya bisa memberikan subsidi kepada harga tiket pesawat, sehingga dapat memutar perekonomian di daerah seperti destinasi wisata. “Saat ini orang Indonesia mending liburan ke Singapura karena tiket pesawat lebih murah. Di negara lain, pemerintahnya memberikan subsidi kepada maskapai sehingga roda perekonomian bisa terus berputar,” kata Angelius. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Novie Riyanto Raharjo menjelaskan Indonesia menghadapi kenaikan harga BBM dunia karena krisis global. Krisis energi dunia ini juga berdampak pada kenaikan harga BBM salah satunya avtur. “Krisis energi ini mengakibatkan kenaikan harga avtur, alhasil harga tiket naik,” terangnya. Menurut data BPS, sambungnya, kenaikan BBM telah menyumbang inflasi bulan Juli 2022 sebesar 0,11 persen. Selain itu industri penerbangan juga memiliki tantang tersendiri menghadapi kenaikan harga avtur. “Industri penerbangan juga mengalami tantangan tersendiri seperti jumlah armada menurun, sedangkan armada butuh proses perawatan dalam proses perawatan rutin dan tambahan,” terang Novie. (https://liputan.co.id/2022/09/dpd-ri-minta-kaji-ulang-kenaikan-tiket-pesawat/)

Komite III DPD RI: Disayangkan, Saat Ini Belum Semua Provinsi Mempunyai Rumah Sakit Jiwa

oleh jakarta

JAKARTA -- Pimpinan dan Anggota Komite III DPD RI, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, di Gedung DPD RI, Senayan, Senin(12/09/2022). Hadir diantaranya, Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri dan Anggota Komite III DPD RI, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi, Direktur Kesehatan Jiwa Vensya Sitohang, dan jajaran Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kegiatan RDP dilakukan dalam rangka Inventaris Materi berkenaan dengan Pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Hasan Basri selaku Ketua Komite III DPD RI mengemukakan jika saat ini UU No. 18 Tahun 2014 telah mengatur dan menjamin hak Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) untuk mendapat kesehatan “Namun sangat disayangkan, saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa, sehingga tidak semua orang dengan masalah gangguan jiwa mendapatkan pengobatan,” kata Hasan Basri dalam sambutannya. Ketua Komite III DPD RI yang akrab disapa HB menyampaikan, hingga tahun 2021 terdapat Empat provinsi di Indonesia yang belum memiliki fasilitas Rumah Sakit Jiwa, yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Papua Barat. Hasan Basri menilai walaupun UU No. 18 Tahun 2014 sudah diterapkan, masalah SDM yang profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang, karena sampai hari ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya sekitar 1000 orang. “artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Hal ini merupakan beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia,” kata Hasan Basri. Lebih jauh, Hasan Basri menyampaikan di tahun 2021 Provinsi Kaltara, prevalensi gangguan depresi terletak di angka 5,7 persen dimana angka tersebut masih sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional. Sedangkan, menurut ia prevalensi gangguan jiwa skizofrenia di Kalimantan Utara sebesar 6,8 persen dimana angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional. “walaupun angka prevalensi Kaltara masih dibawah nasional, namun pembangunan rumah sakit ini sangat dibutuhkan,” kata Senator asal Kalimantan Utara. “untuk itu, melalui RDP ini kami, memberikan rekomendasi bahwa perlu adanya sinergitas kerjasama di dalam bidang kesehatan jiwa antara Pempus dan Pemda untuk melakukan pemerataan terhadap layanan dan akses kesehatan Jiwa di Kaltara,” tegas Hasan Basri. Menurutnya, sistem kesehatan jiwa yang baik melibatkan berbagai lapisan masyarakat yaitu dengan adanya literasi individu yang baik terhadap kesehatan jiwa, adanya sistem kesehatan jiwa dalam lingkup sekolah, traditional healer/panti yang mau bekerja sama dengan profesional kesehatan jiwa, serta penguatan kesehatan jiwa berbasis keluarga. “Kesadaran dan pengetahuan kesehatan jiwa saat ini perlu dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya pemerataan terkait kondisi kesehatan jiwa di Indonesia juga dapat menjadi salah satu upaya pembangunan bangsa,” kata Hasan Basri. Senator Muda asal Kalimantan Utara Hasan Basri, menyampaikan perlu adanya kesinambungan program dan sinergitas antar lembaga dalam upaya rehabilitatif Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 UU Kesehatan Jiwa. Dipenghujung acara, Ketua Komite III DPD RI asal Kalimantan Utara, Hasan Basri menyampaikan usulan kegiatan untuk dapat ditindaklanjuti di Kalimantan Utara, sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan. Usulan yang diajukan seperti pembangunan Rumah Sakit Jiwa dengan Fasilitas lengkap, Bantuan Penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil dan balita, dan lain-lain. (https://otonominews.co.id/read/27105/Disayangkan-Saat-Ini-Belum-Semua-Provinsi-Mempunyai-Rumah-Sakit-Jiwa)

Kepada Komite I DPD RI, MenPAN RB Janji Tuntaskan Persoalan Honorer dan PPPK

oleh jakarta

Menpan RB Abdullah Azwar Anas menegaskan untuk menyelesaikan penataan tenaga non-Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal tersebut ia sampaikan di hadapan ketua dan anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Azwar Anas menjelaskan bahwa Kementerian PANRB terus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan stakeholder terkait agar proses penyelesaian tenaga non-ASN minim ganjalan. "Kita tidak berhenti untuk menyamakan persepsi dan memutakhirkan data karena masalah penataan tenaga non-ASN ini bukan hanya teknis tapi juga komunikasi," ujarnya saat menghadiri rapat kerja dengan komite I DPD RI, di Jakarta, Senin 12 September 2022. Anas juga menyoroti tentang fleksibilitas kebijakan terkait penataan tenaga non-ASN. [image]MenpanRB.jpeg[/image] Mantan Bupati Banyuwangi ini menganalogikan, bahwa aturan yang dibuat ketat seperti pagar yang tinggi hanya akan membuat pelaksana kebijakan mencari celah agar bisa melompatinya. "Agar aturan ini bisa menjadi jalan tengah dan solusi, pihak-pihak terkait ini harus duduk bersama agar punya perspektif yang sama dan berjalan selaras untuk menyelesaikan apa yang telat menjadi mandat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah," imbuhnya. Pada kesempatan tersebut, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian PANRB Alex Denni juga menjabarkan alternatif kebutuhan tenaga kerja di lingkungan pemerintah selain melalui proses rekrutmen CASN. Menurutnya, tenaga kerja yang diperlukan dapat diperoleh dengan memanfaatkan program-program pemerintah yang ada secara kolaboratif. "Kita bisa kolaborasikan berbagai program lintas stakeholder untuk memenuhi kebutuhan pemerintah," ujarnya. Menutup rapat kerja, Ketua komite I DPD RI Andiara Aprilia Hikmat menyampaikan kesimpulan rapat yang juga menjadi rekomendasi dari komite I DPD RI kepada Kementerian PANRB. Rekomendasi tersebut salah satunya adalah meminta agar proses penyelesaian tenaga non-ASN dan pengadaan PPPK dilakukan secara objektif dengan memenuhi asas keadilan, akuntabilitas, dan transparansi. "Kami di komite I DPD RI juga mendukung Kementerian PANRB untuk memperhatikan nasib tenaga honorer di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang tidak dapat diakomodir sistem PPPK melalui kebijakan peningkatan kesejahteraan non-ASN," jelasnya. Wakil Ketua komite I DPD RI Filep Wamafma juga turut menyampaikan apresiasi atas segala solusi yang tengah dirancang oleh Menteri Anas bersama jajaran dalam penanganan pegawai non-ASN khususnya di lingkungan instansi pemerintah daerah. Diyakini bahwa sejumlah upaya kebijakan yang tengah dirancang Menteri PANRB dapat terelisasikan berbekal pengalamannya sabagai kepala daerah. Saat ini pemerintah sedang melakukan pendataan untuk memetakan dan mengetahui jumlah pegawai non-ASN di lingkungan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Proses pendataan ini harus dilakukan oleh setiap instansi pemerintah paling lambat 30 September 2022. (https://fajar.co.id/2022/09/12/kepada-komite-i-dpd-ri-azwar-anas-janji-tuntaskan-honorer-dan-pppk/2/)

Harga BBM Naik, Dailami: Pemerintah Tidak Punya Empati

oleh jakarta

Jakarta - Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 pada Sabtu (3/9) lalu. Menyikapi kebijakan ini, Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil DKI Jakarta, Dailami Firdaus menilai, keputusan tersebut sangat tidak tepat di tengah keterpurukan ekonomi rakyat akibat pandemi COVID-19. "Pemerintah ini seperti tidak punya empati. Kebijakan ini jelas menambah beban rakyat karena kenaikan harga BBM akan memicu dampak berantai naiknya harga berbagai kebutuhan," ujarnya, melalui keterangan tertulis, Kamis (8/9). Dailami menjelaskan, meski sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM, pemerintah akan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar 150 ribu sebanyak empat kali dan dibagikan dalam dua tahap masih tetap banyak beban yang ditanggung rakyat. "Data calon penerima BLT saya kira juga masih carut-marut. Saya khawatir penyaluran BLT ini tidak tepat sasaran, sehingga bukan meringankan beban perekonomian masyarakat tapi malah mempersulit," terangnya. Ia menambahkan, terlepas apa yang disampaikan oleh pemerintah bahwa kenaikan harga BBM tersebut merupakan langkah terakhir yang bisa diambil oleh pemerintah atas membengkaknya APBN akibat subsidi BBM, masyarakat akan menilai bahwa pemerintah tidak memiliki empati terhadap perekonomian mereka. "Tentu naiknya harga BBM ini akan menimbulkan efek domino yang akan mengakibatkan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat, seperti harga pangan, moda transportasi, kebutuhan lainnya dan mendorong terjadinya inflasi," tandasnya. (https://www.neraca.co.id/article/168219/harga-bbm-naik-dailami-pemerintah-tidak-punya-empati)

Jimly: Memandang Persoalan Kenaikan Harga BBM dengan Logika Konstitusi Ekonomi, bukan Logika Ekonomi Pasar

oleh jakarta

Kebijakan Pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menuai banyak reaksi. Salah satunya datang dari Senator Jakarta, Jimly Asshiddiqie. Beliau menulis beberapa kalimat cuitan di twitter-nya bahwa jika Pemerintah selalu menggunakan **Logika Ekonomi Pasar**, maka selamanya janji politik Presiden sebagai kepala pemerintahan tidak akan ditepati karena subsidi merupakan beban dan aib. Di sisi yang lain, jika Pemerintah melihat persoalan ini dengan **Logika Konstitusi Ekonomi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945**, maka subsidi diterjemahkan sebagai tanggung jawab negara yang mulia karena pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa *“cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.* (MHS)

Sylvi: BBM Meroket dan BLT Tak Tepat Sasaran Bakal Bikin Rakyat Tambah Sengsara

oleh jakarta

Ketua Badan Kerjasama Parlemen (BKSP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sylviana Murni mengatakan, apapun alasan pemerintah menaikan harga BBM sangat sulit diterima masyarakat saat ini. “Rakyat akan sangat sulit menerima alasan pemerintah yang menaikkan harga BBM subsidi di saat ekonomi rakyat sedang merangkak setelah pandemi,” ujar Sylviana Murni di Jakarta, Selasa (6/9/2022). Lebih lanjut, Ketua Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (IKAL) DKI Jakarta ini menilai, kenaikan BBM akan selalu diikuti oleh fenomena penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT). Menurutnya, BLT yang tidak tepat sasaran juga akan menjadi preseden buruk dalam perekeonomian nasional. “Ibaratnya, sudah jatuh, tertimpa tangga pula,” katanya. “Atas hal itu, saya mendesak pemerintah mengkaji ulang soal kenaikan BBM saat ini. Terutama, soal BLT yang dikhawatirkan nantinya tidak tepat sasaran. Rakyat sudah terbebani kenaikan BBM, jangan juga memikul penderitaan karena BLT tak tepat sasaran,” ucapnya. Terlepas dari soal membengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun ini, kata Sylvi, namun rakyat tetap akan menilai bahwa pemerintah sangat tidak empati terhadap kondisi ekonomi hari ini. “Karena jika BBM Naik, sudah pasti imbasnya semua kebutuhan pokok akan naik. Kita tahu sendiri bahwa ekonomi terutama UMKM sedang berusaha keras untuk bangkit, lalu ada kenaikan BBM, pastilah merasa terpukul,” tandasnya. “Efek kenaikan harga BBM akan menimbulkan penyesuaian harga transportasi, logistik, harga barang yang kemudian mendorong inflasi,” pungkasnya. (https://kosadata.com/kiwari/nasional/2022/09/06/15681/bbm-meroket-dan-blt-tak-tepat-sasaran-bakal-bikin-rakyat-tambah-sengsara/)

Fahira Idris: Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga BBM Tidak Memahami Kondisi Psikologis Rakyat

oleh jakarta

Fahira Idris, Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, mengatakan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengabaikan psikologis rakyat yang saat ini sedang tertatih untuk pulih dan bangkit dari hantaman pandemi Covid-19. Menurut Fahira, sebuah kebijakan atau keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak apalagi memiliki dampak yang besar dan beruntun di segala bidang kehidupan, tidak semata-mata hanya didasarkan soal hitungan-hitungan ekonomi saja, tetapi harus menjadikan psikologis rakyat sebagai salah satu parameter. Dia mengatakan selain sektor kesehatan terutama dalam pengendalian pandemi, situasi di berbagai bidang kehidupan masyarakat masih tertatih. Rakyat saat ini masih dalam tahap mengumpulkan tenaga, energi, semangat dan berupaya memaksimalkan segala potensi untuk memulihkan diri setelah dihantam badai dahsyat pandemi Covid-19. Menurutnya, seharusnya pemerintah fokus memformulasikan berbagai kebijakan yang mempermudah rakyat untuk bangkit agar ekonomi nasional kembali tumbuh. Kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi akan menjadi adangan besar bagi rakyat untuk lebih cepat pulih. “Situasi saat ini sama sekali tidak tepat menaikkan harga BBM bersubsidi,” kata Fahira Idris, Senin (5/9). Senator Dapil DKI Jakarta itu mengatakan bahwa pandemi Covid-19 memang sudah terkendali, tetapi dampaknya masih sangat terasa menyulitkan kehidupan rakyat mungkin hingga beberapa tahun mendatang. Belum lagi, jika melihat situasi ekonomi nasional yang juga masih tertatih ditambah kondisi sosial, politik dan hukum yang saat ini masih menjadi sorotan tajam publik luas. “Menaikkan harga BBM bukan hanya menambah beban hidup, tetapi meningkatkan tensi rakyat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Seharusnya situasi-situasi seperti ini dihindari oleh pemerintah,” ungkap Fahira. Terkait BBM bersubsidi, kata Fahira, prioritas pemerintah saat ini idealnya bukan menaikkan harga, tetapi segera merampungkan aturan teknis ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Saat ini, lanjut Fahira, aturan teknis terutama Pertalite belum ada, sehingga penyalurannya tidak tepat sasaran atau masyarakat mampu leluasa menikmati BBM subsidi. Jika aturan teknis ini disempurnakan, kata dia, maka penyaluran BBM bersubsidi akan lebih tepat sasaran sehingga tidak terlalu membebani APBN. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah efektivitas pengawasan penyaluran BBM subsidi, yaitu dengan memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum terutama dengan penggunaan IT yang paling mutakhir. Jika ada pelanggaran dalam penyaluran, maka harus ada sanksi tegas yang menjerakan sehingga tidak berulang. Dia menegaskan menaikkan BBM bersubsidi mungkin menjadi solusi bagi pemerintah. Namun, katanya, bagi rakyat, hal itu menjadi sumber persoalan baru. “Jika saja aturan teknis ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan jenis BBM terutama BBM bersubsidi sudah disiapkan pemerintah dan diimplementasikan dengan baik, maka tidak akan terlalu membebani APBN dan opsi menaikkan harga tidak perlu diambil,” pungkas Fahira Idris. (https://www.jpnn.com/news/pemerintah-menaikkan-harga-bbm-fahira-idris-tidak-paham-kondisi-psikologis-rakyat?)

STRATEGI PEMDA DKI JAKARTA UNTUK PEN AKIBAT PANDEMI COVID-19 DENGAN MENYELAMATKAN DAN MENGEMBANGKAN UMKM DAN KOPERASI

oleh jakarta

Jakarta, (4/08/2021). Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, khususnya terkait kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UMKM), serta perkoperasian, DPD RI sebagai representasi daerah ingin menangkap implikasi terhadap UU tersebut di setiap daerah secara nasional, termasuk di Provinsi DKI Jakarta, menurut Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H., dalam kunjungan kerja (kunker) dalam rangka pengawasan pelaksanaan UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, khususnya terkait klaster, kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMKM serta perkoperasian melalui daring dengan Pemda DKI Jakarta. “DPD RI akan menampung aspirasi yang diserap melalui pemerintah daerah terkait UU No 11 Tahun 2020 ini terkait bagaimana implikasi terhadap Undang-Undang tersebut, kendala apa yang terjadi dengan adanya Undang-Undang tersebut, yang hasil dari penyerapan aspirasi pada pertemuan daring ini akan menjadi sebuah masukan dari DPD RI yang akan disampaikan pemerintah pusat”, lanjut Jimly pada kunker yang diikuti oleh Marullah Matalli (Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta); Andryansyah (Plt. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM); Benny Chandra (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu); Mochamad Abbas (Kepala Biro Perekonomian dan Keuangan; Drs. Jupan Royter Sahalatua (Asisten Deputi Bidang Industri dan Perdagangan); Saraswati (Plt. kepala Bagian Pariwisata, perindustrian, perdagangan, koperasi dan UMKM); serta para pejabat dilingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Marullah pada kempatan tersebut menyampaikan bahwa dalam rangka pelaksanaan UU Cipta Kerja dan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19, strategi yang dilakukan oleh pemda DKI Jakarta adalah untuk menyelamatkan dan mengembangkan UMKM dan koperasi, sehingga dalam masa pandemi ini UMKM tetap dapat bertahan bahkan semakin berkembang. Sementara Benny menambahkan implikasi terhadap UU Cipta Kerja agar memberikan kemudahan izin terhadap UMKM yang berupa pendampingan pengurusan izin dan pelayanan berbantuan melalui Antar Jemput Izin Bermotor (AJIB). “Beberapa kendala pelaksanaan UU Cipta Kerja diantaranya: pertama, kendala harmonisasi regulasi, bahwa Pemerintah Daerah harus menyesuaikan Perda dan Perkada paling lambat 2 bulan semenjak PP No.6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah terbit. Namun peraturan pelaksana tentang perizinan berusaha baru terbit pada tanggal 29 Maret 2021, sehingga waktu penyesuaian sangat terbatas, terlebih terdapat Perda yang perlu disesuaikan dan harus melibatkan DPRD. Kedua, kendala sistem Online Single Submission Risk Based Apporoach (OSS RBA), sampai saat ini sistem OSS berbasis risiko belum launching, karena tidak adanya masa uji coba pelayanan sistem OSS berbasis risiko di tingkat daerah; dan tidak adanya pelatihan untuk pegawai dalam pemanfaatan sistem OSS berbasis risiko (pemerintah hanya sebatas sosialisasi). Ketiga, kendala terkait adanya Kekhususan Provinsi DKI Jakarta, Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) di Provinsi DKI Jakarta diselenggarakan dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai dengan Kelurahan sehingga terdapat 316 service point yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta). Namun demikian terkait dengan hak akses dan pembagian kewenangan berdasarkan PP 5/2021 hanya sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota’, jelas Benny secara gamblang. Selanjutnya Andryansyah menyampaikan, Pemda DKI Jakarta telah memiliki sistem basis data untuk program Jakpreneur yang berisikan data UMKM yang telah menjadi binaan, dimana pada sistem tersebut telah tercatat sebanyak 260.543 pelaku usaha yang telah terdaftar, “Proses integrasi data memerlukan koordinasi teknis khusus antara tenaga IT Sistem Jakpreneur dan Kementerian terkait sinkronisasi tipe data dan sebagainya; karakteristik keberlangsungan usaha yang dinamis membuat dalam internal Pemprov DKI sendiri memerlukan waktu untuk melakukan updating data yang ada dalam system”, ungkap Andriyansyah. UU No. 11 tahun 2020 diharapkan dapat semakin memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM dan industri yang pada akhirnya dapat meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja baru, kata Andriyansyah. Pada penutupan kunker tersebut Jimly menyampaikan, aspirasi dan masukan yang telah disampaikan akan menjadi acuan dalam pembahasan pengawasan DPD RI atas pelaksanaaan UU Cipta Kerja, dan untuk mendapatkan solusi atas permasalahan dan kendala yang terjadi dalam implemntasi UU Cipta Kerja, khususnya terkait kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UMKM), serta perkoperasian. (AGS/AMM)

MPOK SYLVI: QUO VADIS KEPENGURUSAN PERSATUAN TENIS MEJA INDONESIA MENELANTARKAN ATLET.

oleh jakarta

Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, S.H., M.Si, Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta menyayangkan terjadinya kekisruhan dalam kepengurusan Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesi (PTMSI), sehingga timbul dualism kepempinan dalam kepengurusan tersebut yang pada akhirnya atlet tenis meja ditelantarkan. Hal ini diungkapkan Sylviana saat menerima atlet nasional tenis meja yang dikomandoi oleh atlet senior Yon Mardiono pada hari Rabu, 27 Oktober 2021 di Kantor DPD RI Provinsi DKI Jakarta, Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta. “Apakah kepentingan kekuasaaan lebih didahulukan dari pada pembinaan dan prestasi atlet? Bagaimana bisa meningkatkan prestasi atlet di dalam negeri dan luar negeri? Ini adalah penelantaran atlet,” ujar Mpok Sylvi. Yon menyampaikan, kekisruhan kepemimpinan kepengurusan mengakibatkan atlet tidak bisa unjuk prestasi di kancah pertandingan dalam negeri dan luar negeri, hingga akhirnya sekarang berimbas pada hilangnya event-event pertandingan buat atlet. “Terakhir adalah tidak adanya cabang olah raga (cabor) tenis meja pada Pekan Olah Raga Nasional (PON) di Papua yang lalu. Ketidakikutsertaan cabor tenis meja pada PON kali ini adalah yang pertama kali terjadi”, jelas Yon yang pernah ikuti PON dengan 4 (empat provinsi berbeda). Yon mengungkapkan, sejak usia dini, yakni umur 5 (lima) tahun para atlet sudah berlatih keras agar dapat mengukir prestasi dalam pertandingan nasional dan internasional. “Kami memilih olah raga, mengorbankan usia muda untuk mengejar prestasi dan demi masa depan. Dapat bertanding untuk berprestasi di kejuaraan nasional seperti PON adalah tujuan para atlet,” ungkap Yon. Selanjutnya Johny Latuheru, atlet senior dari maluku menambahkan, rendahnya event bagi atlet tenis meja sangat memprihatinkan. “Bahkan event seperti Olimpiade Olah Raga Siswa Nasional (O2SN) sudah tidak lagi ada cabor tenis meja. Kami mengharapkan agar Ibu Sylvi sebagai Anggota DPD RI dapat mendorong kementerian terkait agar cabor tenis meja dipertandingkan kembali dalam event O2SN,” pinta Johny. Menanggapi aspirasi tersebut, Mpok Sylvi berjanji akan menindaklanjuti aspirasi tersebut sesuai tugas dan wewenang DPD RI, serta mekanisme kerja DPD RI. “Saya yang juga merupakan Ketua Komite III DPD RI, dimana permasalahan olah raga juga merupakan kewenangan Komite III DPD RI, akan membahas permasalahan kekisruhan kepengurusan PTMSI dalam rapat Komite III DPD RI. Nanti Komite III akan memanggil kementerian dan intansi terkait untuk membahas dan mencarikan solusi terbaik,” lanjut Mpok Sylvi. Sylvi berharap, permasalahan kekisruhan kepengurusan PTSMI segera terselesaikan, sehingga atlet dapat terus berprtasi dan pembinaan atlet dapat berjalan dengan baik dan optimal. (AGS/AMM)

SENATOR JAKARTA GANDENG BPAD PROVINSI DKI JAKARTA MENYOAL ASET PEMPROV DKI JAKARTA GUNA PERSIAPAN IKN

oleh jakarta

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur akan dimulai pada 2024. Pemindahan dilakukan secara bertahap. Hal itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) yang saat ini tengah di bahas di DPR RI. Menyikapi RUU IKN tersebut, dua Senator Jakarta, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H dan Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, S.H., M.Si., menggandeng Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna membahas nasib kota Jakarta kelak pasca pindah ibu kota, Senin, 27/12/2021 di Kantor DPD RI Provinsi DKI Jakarta, Gedung Nyi Ageng Serang, lantai 1, Kuningan, Jakarta Selatan. Jimly mengungkapkan bahwa perpindahan ibu kota adalah sebuah hal yang akan terjadi, dan harus dipikirkan bagaimana nasib kota Jakarta selanjutnya, sehingga harus dipersiapkan dari sekarang. “Perpindahan ibu kota sudah dapat dipastikan. Status Jakarta harus tetap menjadi daerah khusus dan ini harus dipersiapkan. Selain itu juga dengan aset-aset yang ada di Jakarta, kalau menjadi sebuah daerah khusus ekonomi, lembaga keuangan haruslah tetap di Jakarta” ujar Jimly membuka Rapat Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta bersama dengan BPAD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara Sylviana Murni mempertanyakan mengenai registrasi aset, kendala yang dihadapi, serta adakah aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tidak dimanfaatkan. “Kami ingin mendapatkan informas dari BPAD untuk beberapa hal terkait aset. Pertama sejauh mana registrasi aset yang saat ini berjalan, apakah masih manual atau sudah digital?. Kedua, kendala yang dihadapi atas aset yang secara adiministrasi telah dikuasai Pemerintah Provinsi DKI, namun secara fisik atau de facto tidak dikuasi. Ketiga, asset yang telah dikuasai, tetapi tidak dimanfaatkan atau terbengkalai.” jelas Mpok Sylvi sapaan akrab Sylviana Murni. Selain menggali informasi dari BPAD terkait aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Mpok Sylvi juga menyampaikan perihal kondisi kantor DPD RI Provinsi DKI Jakarta yang saat ini masih “menumpang” di Gedung Nyi Ageng Serang yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Provinsi lain sudah ada yang memiliki kantor DPD RI sendiri, tapi DKI Jakarta yang di ibu kota Negara malah belum memilki gedung sendiri. Terkait hal ini, apakah ada aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tidak dimanfaatkan dan bisa dijadikan sebagai kantor DPD RI Provinsi DKI Jakarta?”, tanya Mpok Sylvi. BPAD Pemerintah Provinsi yang langsung dihadiri oleh Plt. Kepala BPAD, Reza Pahlevi menyampaikan bahwa terkait IKN memang sebaiknya Jakarta tetaplah menjadi daerah khusus, sedangkan mengenai registrasi aset, saat ini telah dilakukan digitalisasi aset. “Saat ini seluruh akses aset hanya dapat di akses melalui digitalisi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membentuk Jakarta Asseet Management Center (JAMC). Aset yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah kurang lebih sebesar 470 Triliun. Terkait kantor DPD RI Provinsi DKI Jakarta, terdapat aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dapat dimanfaatkan sebagai Kantor DPD RI Provinsi DKI Jakarta, namun harus dilaporkan dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari bapak Gubernur DKI Jakarta.” kata Reza membuka penjelasan. Berkenaan dengan penguasaan dan pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Reza menegaskan, apabila terdapat pihak-pihak tertentu yang menguasai aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dimana tidak memiliki kejelasan secara hukum maka BPAD akan menindak tegas pihak-pihak tersebut, bahkan akan melaporkan kepada pihak yang berwajib untuk ditindak secara hukum. Jimly berpesan, terkait pemindahan ibu kota negara, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendaknya segera melakukan inventarisasi atau pendataan aset milik pemerintah pusat yang dapat dikuasai oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sehingga dapat meningkatkan pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Untuk pembahasan tentang aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kita akan melakukan pertemuan secara rutin 3 (tiga) bulan sekali untuk mengatasi permasalahan atau kendala dalam pengelolaan aset tersebut secara bersama-sama Anggota DPD RI PRovinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” ujar Jimly menutup Rapat Anggota DPD RI Provinsi DKI denngan BPAD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (AGS/AMM)